BAB I
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PADA PERIODE MEKKAH
DAN MADINAH
A. Dakwah Rasulullah SAW pada Periode Mekah
Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian
adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau masyarakat yang masih beradadalam
kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya masyarakatArab waktu itu sudah
menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid,yang telah diajarkan oleh para rasul
terdahulu, seperti Nabi AdamA.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama
penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan
diKa’bah ( Baitullah = rumah Allah SWT). Di antara berhala-berhala yang
termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai, Khuza’ah, Lata, Uzzadan Manar. Selain itu
ada pula sebagian masyarakat Arab Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang
yang dilakukan kaum Sabi’in
1. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah
SWT,terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala
beliau sedang bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliaugenap berusia 40 tahun.
Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara kota
Mekah.Muhamad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan
turunnya Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni
Al-Qur’an Surah Al-Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut,
dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an.Menurut sebagian ulama, setelah
turun wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5) turun pula Surah Al-Mudassir: 1-7, yang
berisi perintahAllah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam
kepada umat manusia.Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah
(periode Mekah) selama 13 tahun (610-622 M), secara berangsur-angsur telah
diturunkan kepada beliau, wahyu berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang
meliputi 89 surah. Surah-surah yangditurunkan pada periode Mekah dinamakan
Surah Makkiyyah.
2. Ajaran Islam Periode Mekah
Ajaran Islam periode Mekah, yang harus
didakwahkan RasulullahSAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:
a. Keesaan Allah SWT
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah
Rasulullah SAW
Prof. Dr. A.
Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab
kaum Quraisy menentang dakwah RasulullahSAW, yakni:
1.Kaum kafir Quraisy,
terutama para bangsawannya sangatkeberatan dengan ajaran persamaan hak dan
kedudukan antarasemua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta
dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran
Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
2.Kaum kafir Quraisy
menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni
hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa
kubur dan azab neraka.
3.Kaum kafir Quraisy
menolak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi
hidup nya bermasyarakat warisan leluhur mereka.
4.Dan, kaum kafir Quraisy
menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam
melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha kaum kafir
Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam
antara lain:
Para
budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais
an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para
pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.
Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di
antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam
dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kaum kafir
Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.Dalam menghadapi tantangan
dari kaum kafir Quraisy, Nabi Muhammad SAW menyuruh 16 orang sahabatnya,
termasuk di dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke
Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan
keamanan.
Peristiwa hijrah yang
pertama ke Habasyah terjadi pada tahun (615 M.) Suatu saat keenam belas orang
tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di Mekah sudah normal,
dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin
Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua
kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Pada tahun ke-10 dari
kenabian (619 M) Abu Thalib, paman RasulullahSAW dan pelindungnya wafat. Empat
hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam sejarah Islam
tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut amul huzni (tahun duka cita).
Pada abad ke-5 sejarah
dakwah Rasulullah SAW. Di Mekah, bangsa Quraisy dengan segala upaya berusaha
melumpuhkan gerakan Muhammad SAW. Hal ini dibuktikan dengan pemblokiran
terhadap Bani Hasyiim dan Bani Muthalib (keluarga besar Muhammad SAW.).
beberapa pemblokiran tersebut antara lain :
a. Memutuskan hubungan
perkawinan.
b. Memutuskan hubungan
jual beli.
c. Memutuskan hubungan
ziarah-menziarahi.
d. Tidak ada tolong
menolong.
Pemblokiran itu tertulis
di atas selembar sahitah atau plakat yang digantungkan di Kakbah dan tidak akan
dicabut sebelum Muhammad SAW. Menghentikan gerakannya. Selama tiga tahun
lamanya Bani Hasyim dan Bani Muthalib menderita kemiskinan akibat pemblokiran.
Banyak pengikut Rasulullah yang menyingkir ke luar kota Mekah untuk
mempertahankan hidup untuk menyelamatkan diri. Ujian bagi Rasulullah SAW Juga
bertambah berat dengan wafatnya dua orang yang sangat dicintainya, yaitu
pamannya, Abu Thalib dalam usia 87 tahun dan istrinya, yaitu Khadijah.
Peristiwa tersebut yang
terjadi pada tahun ke-10 dari masa kenabian (620 M) dalam sejarah disebut Amul
Huzni (tahun kesedihan atau tahun duka cita).Dengan meninggalnya dua tokoh
tersebut orang Quraisy makin berani dan leluasa mengganggu dan menghalangi
Rasulullah SAW. Mereka berani melempar kotoran ke punggung Nabi, bahkan Beliau
hampir meninggal karena ada orang yang hendak mencekiknya. NabiMuhammad SAW.
Merasakan bahwa dakwah di Mekah tidak lagi sesuai sebagai pusat dakwah Islam.
Oleh karena itu, Beliau bersama Zaid bin Haritsah pergi hijrah ke Thaif untuk
berdakwah. Ajaran Rasulullah itu ditolak dengan kasar. Bahkan mereka pun
mengusir, menyoraki dan mengejar Rasulullah sambil di lempari dengan batu. Saat
itu Rasulullah SAW Sempat berlindung di bawah kebun anggur di kebun Utba dan
Syaiba (anak Rabia). Meski demikian terluka, Rasulullah SAW. Tetap sabar dan
berlapang dada serta ikhlas. Kesulitan dan hambatan yang terus-menerus menimpa
Muhammad SAW. Dan pengikutnya dihadapi dengan sabar dan tawakal. Saat
mengahadapi ujian yang berat dan tingkat perjuangan sudah berada pada puncaknya,
Rasulullah SAW. di perintahkan oleh Allah SWT untuk menjalani Isra dan Mi’raj
dari Mekah menuju ke Baitul Maqdis di Palestina, dan selanjutnya naik ke langit
hingga ke Sidratul Muntaha (QS Al-Isra/17:1). Kejadian Isra dan Mi’raj terjadi
pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M) di tempuh
dalam waktu satu malam.Hikmah Allah Swt. Dari peristiwa isra dan mi’raj antar
lain sebagai berikut.
1. Karunia dan
keistimewaan tersendiri bagi Nabi Muhammad SAW. Yang tidak pernah diberikan Allah
SWT. Kepada manusia dan nabi-nabi sebelumnya.
2. Memberikan penambahan
kekuatan iman keyakinan Beliau sebagai rasul untuk terus menyerukan agama Allah
SWT kepada seluruh umat manusia.
3. Menjadi ujian bagi
kaum muslimin sendiri sejauh mana mereka beriman dan percaya kepada kejadian
yang menakjubkan itu yang hanya ditempuh dalam waktu semalam.
Peristiwa ini dijadikan olok-olok oleh kaum
Quraisy dan menuduh Nabi Muhammad SAW. Sudah gila. Meski demikian, ada orang
yang beriman atau percaya terhadap kejadian ini,yaitu Abu Bakar sehingga nama
Beliau ditambahkan dengan gelar As Sidik
3.Akhir Periode Dakwah Rasulullah Di Kota Mekah
Dengan berpindahnya Nabi saw dari Mekkah
maka berakhirlah periode pertama perjalanan dakwah beliau di kota Mekkah. Lebih
kurang 13 tahun lamanya, Beliau berjuang antara hidup dan mati menyerukan agama
Islam di tengah masyarakat Mekkah dengan jihad kesabaran, harta benda, jiwa dan
raga.Sebelum memasuki Yatsrib, Nabi saw singgah di Quba selama 4 hari
beristirahat, Nabi mendirikan sebuah masjid quba dan masjid pertama dalam
sejarah Islam. Tepat pada hari Jumat 12 Rabiul awal tahun 1Hijrah bertepatan
pada 24 September 6 M. Mereka mendapat sambutan penuh haru, hormat, dan
kerinduan diiringi puji-pujian dari seluruh masyarakat Madinah. Nabi saw
mengadakan shalat Jumat yang pertama kali dalam
sejarah Islam dan Beliaupun berkhotbah di hadapan muslimin Muhajirin dan Anshar
B. Dakwah Rasulullah SAW pada periode madinah
Pada tahun ke-13 (sesudah Nabi Muhammad diutus,)
73 orang penduduk Madinah berkunjung ke Makkah untuk mengunjungi Nabi dan
meminta beliau agar pindah ke Madinah. Melihat kondisi Masyarakat di Mekkah
yang memandang Rasulullah sebagai buruan akhirnya nabi memandang bahwa kota
Makkah tidak dapat dijadikan lagi pusat dakwah. Karena itu, Nabi pernah
mengunjungi beberapa negeri seperti Thaif, untuk dijadikan sebagai tempat pusat
dakwah, namun ternyata tidak bisa, karena penduduk Thaif juga memusuhi Nabi.
Oleh karena itu, Nabi memilih kota Madinah ( Yastrib ) sebagai tempat
hijrah kaum Muslimin.
1. Faktor –faktor Nabi memilih kota Madinah
sebagai tempat hijrah kaum muslimin.
1. Madinah adalah tempat yang paling dekat dengan
Makkah.
2. Sebelum jadi Nabi, Muhammad telah mempunyai
hubungan yang baik dengan penduduk madinah karena kakek nabi, Abdul Mutholib,
mempunyai istri orang Madinah.
3. Penduduk Madinah sudah dikenal Nabi bahwa mereka
memiiki sifat yang lemah lembut.
4. Nabi Muhammad SAW mempunyai kerabat di madinah
yaitu bani Nadjar.
5. Bagi diri Nabi sendiri, hijrah ke Madinah karena
perintah Allh SWT.
2.
Dakwah Rasulullah Periode
Madinah
Penduduk kota Madinah terb\diri dari 2 golongan
yang berbeda jauh, yaitu:
1.
Golongan Arab yang
berasal dari selatan yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj
2.
Golongan yahudi, yaitu
orang-orang Israel yang berasal dari utara (Palestina)
Dengan hijrahnya kaum muslimin, terbukalah
kesempatan bagi Nabi saw untuk mengatur strategi membentuk masyarakat Islam
yang bebas dari ancaman musuh baik dari luar maupun dari dalam.
3.
Hikmah Sejarah Dakwah
Rasululah saw Periode Madinah
Hikmah sejarah dakwah Rasulullah saw antara lain:
1.
Dengan persaudaraan yang
telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshardapat memberikan rasa aman
dan tentram.
2.
Persatuan dan saling
menghormati antar agama.
3.
Menumbuh-kembangkan
tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin.
4.
Memahami bahwa umat Islam
harus berpegang menurut aturan Allah swt memahami dan menyadari bahwa kita
wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt dan antara manusia dengan
manusia.
5.
Kita mendapatkan warisan
yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun di akhirat.
6.
Menjadikan inspirasi dan
motivasi dalam menyiarkan agama Islam.
7.
Terciptanya hubungan yang
kondusif
C. Strategi Dakwah Rasulullah SAW pada periode Makkah dan
Madinah
a. Strategi Dakwah Rasulullah SAW Pada Periode Mekah
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah
adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama,moral
dan hukum, sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi
Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.. Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha
mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:
1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3 - 4
Tahun
Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini,
Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan
rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai
orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah:
Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari
kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal
serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW ), Abu Bakar
Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah
SAW pada waktu kecil).Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam
sehingga ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam,
mereka adalah:
Abdul Amar dari Bani Zuhrah
Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
Utsman bin Affan
Zubair bin Awam
Sa¶ad bin Abu Waqqas
Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk
Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan
d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).
2. Dakwah secara
terang-terangan
Dakwah secara
terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah
turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan
secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: ayat:
214-216. Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini
antaralain sebaga berikut:
1.Mengundang kaum kerabat
keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar
masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang kerabat
dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya.
Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far binAbu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
2.Rasulullah SAW
mengumpulkan para penduduk kota Mekah,terutama yang berada dan bertempat
tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada periode dakwah
secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan
kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah binAbdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar
bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari
kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).Rasulullah SAW menyampaikan
seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat
bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain:
Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah).Gelombang pertama
tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus danKhazraj sebanyak 6 orang.
Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13orang, dan pada gelombang ketiga tahun
berikutnya lebih banyak lagi.Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan
kaum Salamah.
Pertemuan umat Islam
Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun
ke-13 dari kenabian dan menghasilkan
·
Bai’atul Aqabah.
Isi Bai’atul Aqabah
tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi
dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW
dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
b. Strategi Dakwah Rasulullah saw Periode Madinah antara
lain:
1.
Membina masyarakat Islam
melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajjirin dengan kaum Anshar.
2.
Memellihara dan
mempertahankan masyarakat Islam.
3.
Meletakkan dasar-daar
politik ekonomi dan social untk masyarakat IslamDengan diletakannya dasar-dasar
yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat mewujudkan nagari “
Baldtun Thiyibatun Warabbun Ghafur “ dan Madinah disebut “ Madinatul Munawwarah
”
BAB II
KEPEMIMPINAN UMAT ISLAM PASCA
RASULULLAH WAFAT
A. Kondisi Masyarakat
Sepeninggal Rasulullah Saw
Dalam catatan sejarah Islam diketahui bahwa
Muhammad Saw, selain sebagai rasulullah, juga sebagai pemimpin pemerintahan dan
pemimpin masyarakat. Setelah beliau wafat, fungsinya sebagai rasul tidak dapat
digantikan atau dialihkan kepada orang lain. Karena fungsi rasul merupakan hak
prerogratif Allah, bukan wilayah kekuasaan manusia. Akan tetapi, sebagai kepala
pemerintahan dan pemimpin masyarakat, posisi tersebut harus ada yang
menggantikan. Oleh karena itu, pascawafatnya rasulullah Saw, terjadi kebingungan
di kalangan masyarakat muslim ketika itu. Bahkan ada di antara mereka yang
tidak percaya kalau Muhammad sebagai seorang Nabi utusan Allah, juga bisa
wafat. Melihat gejala seperti ini, Abu Bakar mendatangi kelompok tersebut dan
langsung berpidato. Dalam pidatonya ia mengatakan “Wahai manusia, siapa yang
memuja Muhamad, sesungguhnya Muhammad telah wafat, tetapi siapa yang memuja
Allah, Allah hidup selama-lamanya, tidak akan pernah mati. Untuk memerkuat
pidatonya itu, Abu Baar mengutip ayat al-Qur’an surat { Âli Imrân ayat 144.}
Artinya;
Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatang¬kan mudharat
kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.
Selain itu, dalam situasi
seperti ini, muncul beberapa kelompok masyarakat muslim Madinah yang tengah
bermusyawarah guna menentukan siapa pengganti Muhammad Saw sebagai pemimpin
pemerintahan dan pemimpin masyarakat. Mereka, kaum Anshar tengah mendiskusikan
siapa yang akan menggantkan posisi politik dan kepemimpinan Muhammad Saw.
Mereka mencalonkan kandidatnya, bernama Sa’ad bin Ubadah. Sementara dari Muhajirin
Umar mencalonkan Abu Bakar.
Hasil dari perdebatan
tersebut, muncullah Abû Bakar as-Shiddîeq sebagai pemimpin umat Islam. Kemudian
dilanjutkan oleh sahabat ‘Umar bin al-Khattâb, ‘Usmân bin ‘Affân dan ‘Alî bin
Abî Thâlib. Kepemimpinan para sahabat yang empat ini dikenal dalam sejarah
Islam dengan sebutan al-Khulafa al-Rasyidun, yakni para pemimpin peng-ganti
yang mendapat petunjuk dari Allah SWT.
B.
Pengertian Khulafaur Rasyidin
Kata Khulafaur rasyidin berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata khulafa’ dan ar-rasyidin Kata khulafa’ adalah bentuk jamak dari
kata khalifah Kata khulafa’ berarti banyak khalifah, sedangkan kata khalifah
menurut bahasa pemimpin atau pengganti, maksudnya adalah orang yang berada di
belakang seseorang. Kata ar-rasyidin adalah bentuk jamak dari kata ar-rasyid.
Kata ar rasyidin berarti orang yang mendapat petunjuk (hidayah), sedangkan kata
ar-rasyid menurut bahasa berarti orang yang benar, lurus atau pintar, serta
arif dan bijaksana.
Jadi pengertian khulafaur rasyidin adalah orang-orang
yang ditunjuk sebagai pengganti atau pemimpin yang benar, lurus atau pintar,
serta memperoleh petunjuk (hidayah), dan arif lagi bijaksana.
Dalam sejarah, tugas Nabi Muhammad sebagai kepala
pemerintahan dan kepala Negara diemban oleh sahabatnya secara berturut-turut.
Termasuk penggantinya inilah yang dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin.
Secara kebahasaan, Khulafaur Rasyidin berarti para khalifah yang mendapat
petunjuk. Keempatnya adalah Abu Bakar (memerintah 632-634 M), Umar bin Khattab
(memerintah 634-644 M), Usman bin Affan (memerintah 644-656 M), dan Ali bin Abi
Thalib (memerintah 656-661 M).Tidak lama Khulafaur Rasyidin menjadi penerus
nabi. Hanya 31 tahun dimulai dari tahun 632 M dan berakhir tahun 661 M. namun
31 tahun tersebut sangat menentukan bagi keberadaan Islam. Masa itu adalah masa
konsolidasi dan masa pemantapan dasar-dasar Islam dan peradabannya. Khulafaur
Rasyidin yang berhasil menyelamatkan akidah Islam dari pembangkangan kaum
murtad dan nabi palsu. Khulafaur Rasyidin pula yang pertama kali berhasil
membawa Islam keluar dari kungkungan padang pasir Jazirah Arab untuk
menaklukkan Persia, Syam dan Mesir. Sejarah tentu akan lain jika pada saat itu
Khulafaur Rasyidin gagal menunaikan tugasnya.
1. Khalifah
Pertama: Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/ 632-634 M)
a. Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ketika nabi Muhammad wafat, nabi tidak berwasiat apapun tentang
siapa yang akan menjadi khalifah pengganti nabi. Persoalan yang besar ini
beliau serahkan kepada musyawarah umat Islam. Setelah nabi wafat, golongan
Anshor bermusyawarah dibalai Bani Sa’idah dipimpin oleh Sa’ad bin Ubadah
berpendapat bahwa kepemimpinan umat Islam sepatutnya dipegang oleh golongan
Anshor, dari golongan Muhajirin bermusyawarah di masjid Nabawi dipimpin oleh Umar
bin Khattab, berpendapat bahwa yang sepantasnya memimpin umat Islam dari
golongan Muhajirin.
Perbedaan tersebut dapat didamaikan dengan ucapan
dari Abu Ubaidah yang mengatakan “Hai kaum Anshar, kamu adalah orang yang
pertama menolong dan membela, maka janganlah pula kamu yang pertama
merusakkannya”. Dengan sadar maka bersatulah antara golongan Anshar dan
golongan Muhajirin dengan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah secara
aklamasi, yang pertama didahului dengan jabatan tangan Umar bin Khattab yang
diikuti oleh sahabat-sahabat yang lain.Keesokan harinya barulah dilakukan baiat
umum di Masjid Nabawi . Pidato Abu Bakar setelah dibaiat adalah: “Wahai
manusia, saya telah diangkat sebagai Khalifah, padahal saya bukanlah orang yang
terbaik di antara kamu, maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka
ikutilah aku, jika saya berbuat salah maka betulkanlah aku.
b. Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar adalah sahabat Nabi SAW yang paling
utama. Pengalamannya amat luas dan jasanya amat besar terhadap agama. Dia
adalah seorang bangsawan Quraisy, berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan
dan dermawan. Jabatannya dikala nabi masih hidup, selain menjadi saudagar yang
kaya, ia adalah ahli nasab dan ahli hukum yang jujur. Dia telah merasakan pahit
getirnya hidup bersama rasulullah sampai pada hari wafatnya Rasulullah. Ialah
yang diserahi untuk menjadi imam shalat, karenanya umat Islam memandang ialah
yang paling berhak menjadi khalifah daripada yang lainnya.Selain itu, Abu Bakar
adalah orang yang sederhana, jabatannya sebagai khalifah tidak menyebabkannya
hidup bermewah-mewah. Ia tidak mau menyalahgunakan jabatannya sebagai penguasa
untuk memperkaya dirinya sendiri ataupun keluarganya. Ia meninggal dalam
kesederhanaan
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Abu Bakar Ash-Siddiq
Jasa-jasa Abu Bakar adalah:
1). Memberantas nabi-nabi palsu
2). Memerangi orang-orang yang ingkar zakat, yang
beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada nabi Muhammad, setelah nabi wafat
tidak ada lagi kewajiban.
3). Memberantas orang-orang murtad, yang belum
memahami tentang Islam.
4). Menghimpun Al Qur’an atas usulan Umar bin
Khattab dengan alasan:
a). Banyak penghafal Al
Qur’an yang gugur syahid.
b). Tulisan yang ada di
pelepah-pelepah kurma, batu-batu tulang, dikhawatirkan rusak dan hilang.
c). Untuk menjaga
kemurnian Al Qur’an, penulisan tersebut diserahkan kepada Zaid bin Tsabit dan
disimpan oleh khalifah Abu Bakar.
2. Khalifah Kedua: Umar
bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M)
a. Proses Pengangkatan Umar Bin Khattab
Pada tahun 634 M, ketika pasukan muslim sedang
bergerak menaklukkan Syam, Abu Bakar jatuh sakit. Saat itulah Abu Bakar
berfikir untuk menunjuk satu orang sebagai penggantinya. Pilihannya jatuh pada
Umar bin Khattab, pandangannya yang jauh membuat Abu Bakar yakin bahwa Umar
adalah yang tepat untuk menggantikannya.
Meskipun begitu, sebelum menentukan Umar, Abu
Bakar meminta penilaian para sahabat besar mengenai Umar. Ia bertanya kepada
Abdur Rahman bin Auf, Usman bin Affan dan Asid bin Hudhair Al-Anshary, Said bin
Zaid, dan sahabat-sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya
mereka menyepakati pilihan Abu Bakar. Dengan meninggalnya Abu Bakar pada hari
Senin tanggal 23 Agustus 624 M dalam usia 63 tahun, maka pemerintahan Islam
langsung dipegang oleh Umar bin Khattab yang telah ditunjuk oleh Abu Bakar dan
disetujui oleh seluruh umat Islam secara aklamasi dengan tidak meninggalkan
asas demokrasi Islam. Dengan hati yang ikhlas mereka semua ikut membaiat Umar
sebagai Khulafaur Rasyidin II. Maka demikianlah, kaum muslim pada tahun 634
M(13 H) membaiat Umar sebagai Khalifah.
b. Keutamaan Umar bin Khattab
Umar adalah seorang yang keras dan tegas. Karena
ketegasan dan kekerasannya membedakan yang benar dari yang salah, ia dijuluki
dengan “Al-Faruq”, artinya pembeda antara yang benar dan yang salah. Bahkan ia
pernah menghukum cambuk anaknya sendiri karena meminum khamr. Bagi Umar,
ketegasan pelaksanaan hukum harus dikenakan tehadap siapapun tanpa pandang
bulu. Khalifah Umar juga gampang tersentuh hatinya melihat kesusahan umatnya.
Ia juga seorang pemimpin yang rendah hati, demi memperhatikan kesejahteraan
umatnya, Umar tidak segan-segan meninjau langsung kondisi kesejahteraan umat.
Itulah kebijaksanaan Umar saat menjabat sebagai khalifah.
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Umar bin Khattab
1) Umar bin Khattab membagi daerah Islam menjadi
beberapa wilayah atau propinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang
gubernur:
· Propinsi Kufah dipimpin
Sa’ad bin Abi Waqosh.
· Propinsi Basrah dipimpin
Utbah bin Khazwan.
· Propinsi Fustat (Mesir)
dipimpin Amru bin Ash.
2) Membentuk dewan-dewan.
3) Menetapkan tahun Hijriyah sebagai tahun
baru Islam.
4) Membangun dan memperindah masjid-masjid
seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Amru bin Ash di Mesir.
3. Khalifah
Ketiga: Usman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M)
a. Proses Pengangkatan Usman bin Affan Sebagai
Khalifah
Ketika Umar merasakan ajalnya sudah dekat, ia
menunjuk enam orang sahabatnya yang terpilih menjadi dewan di zamannya. Salah
satu dari sahabat itu dipilih dan yang mendapat suara tebanyak akan menjadi
Khalifah. Enam orang calon sebagai penggantinya terdiri dari:
· Usman bin Affan
· Ali bin Abi Thalib
· Thalhah bin Ubaidillah
· Zubair bin Awwam
· Sa’ad bin Abi
Waqqash
· Abdurrahman bin
Auf.
Dewan ini bertugas memilih salah seorang di
antara mereka yang akan menggantikan sebagai Khalifah ketiga. Abdur Rahman bin
Auf ditunjuk sebagai ketua panitia pemilihan, sedangkan proses pemilihan adalah
musyawarah untuk mufakat.
Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah 23 H,
Khalifah Umar yang hendak mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas.
Perutnya ditikam oleh Abu Lu’luah Fairus, seorang budak dari Persia, milik
Mughirah bin Syu’ban. Abu Lu’luah menikam Umar karena merasa kesal dengan
kata-kata Umar kepadanya sehari sebelumnya.Sesudah Umar wafat, Abdur Rahman bin
Auf memulai tugasnya dengan menghimpun pendapat dari anggota dewan dan dari
pemuka-pemuka Muhajirin dan Anshar, begitu pula mendengar pendapat dari rakyat
kecil. Dari usahanya itu, disampaikan bahwa umumnya kaum muslimin mencalonkan
dua orang unggulan yaitu Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Dalam pemilihan timbul kesulitan dalam menetapkan
calon Khalifah. Kesulitan tersebut timbul karena:
1). Berdasarkan pendapat umum, mayoritas
masyarakat menginginkan Usman bin Affan menjadi khalifah.
2). Di kalangan anggota dewan timbul perbedaan
pendapat. Abdur Rahman bin Auf cenderung memilih Usman bin Affan, sedangkan
Sa’ad bin Abi Waqosh memilih Ali bin Abi Thalib.
3). Thalhah bin Ubaidillah, salah satu diantara
enam calon khalifah masih berada di luar kota, sehingga belum diketahui
pendapatnya.
Bekat ketekunan dan kebijaksanaan Abdur Rahman
bin Auf, maka terpilihlah Usman bin Affan menjadi Khalifah pada usia 70 tahun
pada tahun 23 H (644 M), kemudian Ali-pun mengucapkan baiat kepada Usman bin
Affan.Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah 23 H, Khalifah Umar yang hendak
mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Perutnya ditikam oleh Abu
Lu’luah Fairus, seorang budak dari Persia, milik Mughirah bin Syu’ban. Abu
Lu’luah menikam Umar karena merasa kesal dengan kata-kata Umar kepadanya sehari
sebelumnya.
b. Keutamaan Usman bin Affan
Usman bin Affan termasuk salah seorang yang
pertama masuk Islam . ia pernah menjadi sekretaris Rasulullah menuliskan wahyu
dan di zaman Abu Bakar ia menjadi penasihat Khalifah. Usman bin Affan juga
terkenal dengan kesholehan dan kejujurannya dalam agama. Dia pernah menafkahkan
sebagian hartanya untuk memajukan Islam. Dia disayangi oleh Rasulullah sampai
dinikahkan dengan putrinya Ruqayyah , setelah Ruqayyah wafat dinikahkan dengan
putrinya yang lain Ummu Kultsum. Oleh karena itu Usman diberi gelar Dzun Nurain
yang artinya mempunyai dua cahaya dan pernah hijrah dua kali ke Habasyah dan ke
Madinah.
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Khalifah Usman bin Affan
Jasa-jasanya adalah:
1). Membangun dan memperindah Masjid Nabawi di
Madinah.
2). Mengadakan penulisan dan penggandaan Al
Qur’an yang dikenal dengan Mushaf Usmani atau Mushaf al Imam. Panitia
penggandaan terdiri dari: Zaid bin Tsabit sebagai ketua dengan anggotanya yaitu
Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.
Hasilnya sebanyak lima mushaf, satu disimpan oleh Khalifah Usman, sisanya
masing-masing dikirim ke Makkah, Syria, Basrah dan Kufah.
3). Membangun angkatan laut yang tangguh untuk
menangkis serangan musuh terutama melawan pasukan Romawi yang ingin merebut
kota Iskandariyah
4). Memperluas wilayah Islam sampai ke Armenia,
Afrika (Tunisia), Tripoli (Libya) dan Azerbaijan serta kepulauan Cyprus
kemudian dilanjutkan ke Konstantinopel, Turki dan negara-negara Balkan
(Yugoslavia dan Polandia).
Usman adalah orang yang lemah lembut dan
dermawan. Namun dikarenakan kelembutan dan sifat dermawannya tersebut,
Usman bin Affan banyak dimanfaatkan oleh family-familinya dalam menduduki
jabatan pemerintahan sehingga terkenal dengan family system. Akhir pemerintahan
Usman muncul seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dengan tujuan mengadu
domba umat Islam untuk menghancurkan Islam. Orang tersebut bernama Abdullah bin
Saba’ yang menyebarkan fitnah kesana kemari yang mengakibatkan terbunuhnya
Khalifah Usman oleh Al Ghofiqi.
4. Khalifah Keempat Ali bin Abi Thalib (35 –
40 H/ 656 – 661 M)
a. Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Saat akhir kepemimpinan Khalifah Usman, banyak
sekali terjadi fitnah disana sini. Kaum pemberontak mengepung rumah Usman bin
Affan. Beberapa sahabat yang utama mengirim putra masing-masing untuk
melindungi jiwa Khalifah Usman bin Affan. Setelah pengepungan sampai pada hari
ke delapan belas, Usman meminta bantuan kepada Muawiyah dan kepada wali-wali
lain. Mengetahui hal tersebut, para pemberontak kian marah dan sebagian mereka
masuk kediaman Khalifah Usman. Mereka memukul Khalifah Usman dengan pedang
sehingga membawa kematiannya dan merampas hartanya, keadaan kacau dan berbaur
antara anti Usman dan pro Usman. Kejadian nista yang menyedihkan itu terjadi
pada tahun 35 H (656 H).
Selain itu Ali bin Abi Thalib juga mengirim
anaknya Hasan dan Husain untuk ikut melindungi Usman. Namun itu tak mampu
mencegah bencana yang menimpa Khalifah Usman. Pembunuhan secara keji ini
menyisakan suasana mencekam, terutrama di Madinah. Tidak ada satu pemimpin yang
bisa menunjukkan apa yang harus dilakukan. Keadaan ini berlangsung beberapa
kali. Beberapa sahabat seperti Zubair bin Awwam dan Tholhah bin Ubaidillah
ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Namun Ali belum mengambil tindakan apapun.
Setelah didesak terus-menerus, akhirnya Ali bersedia dibaiat sebagai Khalifah
pada 24 Juni 656 M bertempat di Masjid Nabawi.
b. Keutamaan Ali bin Abi Thalib
Ali adalah seorang yang zuhud dan sederhana. Ia
tidak senang dengan kemewahan hidup, bahkan menentangnya. Ali bin Abi Thalib
adalah perwira yang tangkas, cerdas, tangkas, teguh pendirian, dan pemberani.
Tak ada yang meragukan keperwiraanya. Berkat keperwiraannya tersebut, Ali
mendapat julukan Asadullah yang artinya singa Allah. Karena ketegasannya, ia
tidak segan-segan mengganti pejabat gubernur yang tidak becus mengurusi
kepentingan umat Islam.
c. Jasa-Jasa dan Peninggalan Khalifah Ali bin
Thalib
Jasa-jasanya adalah:
1)
Khalifah Ali mengganti
gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman yang kebanyakan dari family-famili
khalifah tanpa memperhatikan kemampuan, keadilan dan akhlak mereka (hanya
mementingkan pribadinya). Tindakan ini menimbulkan akibat antara lain
munculnya tiga golongan (golongan Ali, golongan Aisyah, dan golongan Zubair dan
Tholhah., meletusnya perang Jamal, perselisihan antara Ali dan Muawiyah dan
terjadinya perang Shiffin. Akibat dari perang Shiffin ini, muncullah Khawarij
dan Syiah.
2)
Menarik kembali tanah
milik Negara dan harta baitul Mal yang dibagi-bagikan kepada pejabat dan family-famili
khalifah Usman biarpun ditentang oleh para gubernur lama. Kemudian dikembalikan
fungsinya untuk kepentingan Negara dan golongan lemah.
3)
Memerintahkan kepada Abul
Aswad Ad Duali untuk mengarang buku tentang pokok-pokok ilmu Nahwu (Qoidah Nahwiyah)
untuk mempermudah orang membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
4)
Membangun kota Kufah yang
kemudian dijadikan pusat pengembangan ilmu pengetahuan Nahwu, Tafsir, Hadis dan
lain-lain. Pada akhirnya khalifah Ali dibunuh oleh Ibnu Muljam dari golongan
Khawarij.
C.
Kebijakan dan Strategi
Khulafaur Rasyidin
Kurang lebih 30 tahun para khulafaurrasyidin
memimpin umat Islam. Mereka banyak sekali mengambil kebijakan-kebijakan guna
menyelamatkan kaum muslimin. Kebijakan-kebijakan itu antara lain:
1.
Memerangi Kaum
Murtad
Kematian Rasulullah mengguncang keimanan kaum muslimin. Lebih-lebih
mereka yang baru masuk Islam. Hal inilah yang melahirkan orang-orang murtad dan
enggan membayar zakat. Hal itu juga yang menyebabkan munculnya nabi-nabi palsu,
antara lain Musailamah bin Habib Al-Kadzab dari Yamamah, Tulaikhah dari Bani
Asad, Zut Taj Laqit bin Malik dari Oman, Aswad Al Ansi dari Yaman, bahkan ada
perempuan yang mengaku nabi bernama Sajah dari Bani Tamim dari Yaman.
Dalam hal menghadapi nabi palsu, Abu Bakar
bersikap tegas. Setelah mereka tidak mau bertaubat, Abu Bakar akan mengirim
pasukannya dengan panglima terbaiknya untuk memerangi mereka. Peperangan
tersebut disebut dengan Perang Riddah, berlangsung pada tahun 633 M.
2. Pembukuan Al Qur’an
Umar bin khattab merasa khawatir akan banyaknya
para sahabat penghafal Al- Qur’an yang gugur di medan perang sebagai syahid,
hal itu membuatnya menghadap Abu Bakar untuk mengatakan perlunya mencatat semua
hafalan Al Quran para sahabat yang masih hidup, sehingga Al Qur’an dapat
diwariskan kepada generasi mendatang. Sesungguhnya Abu Bakar bimbang untuk
mengambil keputusan ini, karena Rasulullah belum pernah melakukan pencatatan Al
Qur’an, akan tetapi Umar berhasil meyakinkan Abu Bakar. Akhirnya Abu Bakar
mengusulkan Zaid bin Tsabit untuk memimpin pengumpulan Al Qur’an.
Sesungguhnya banyak sekali ragam cara membaca al
qur’an , hal itu hampir saja menjadi pencetus perang saudara karena berselisih
paham tentang cara membaca Al -Qur’an. Kondisi ini akhirnya dilaporkan oleh
Huzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Khalifah Usman akhirnya melakukan
penyeragaman cara baca Al Qur’an. Cara baca inilah yang kemudian dipakai oleh
kaum muslimin sampai sekarang. Dalam menyusun cara membaca Al Qur’an ini, Usman
berpatokan pada Al Qur’an yang telah disusun oleh Abu Bakar. Khalifah Usman
mengharuskan kaum muslimin untuk menggunakan salinan Al Qur’an yang telah
disebarkan tersebut, sedang yang lainnya dibakar. Mushaf-mushaf inilah yang
dikenal Mushaf Usmani.
3. Keberhasilan-Keberhasilan Ekspedisi Militer
Dalam perkembangan kaum muslimin harus menghadapi
dua kekuatan. Yakni Byzantium dan Sasaniah. Ke wilayah Sasaniah, kaum muslimin
diwakili oleh Musannah bin Haritsah yang menyerbu Irak., tinakan ini disusun
oleh Abu Bakar yang mengutus Khalid bin Walid untuk membantu Musannah. Sasaniah
baru sepenuhnya dikuasai oleh pasukan muslim pada masa Khalifah Umar bin
Khattab pada tahun 637 M ke arah Byzantium, keberhasilan pertama dilakukan oleh
Usman bin Zaid dan pasukannya pada masa awal Khalifah Abu Bakar. Setelah itu
pengiriman pasukan dilakukan besar-besaran. Ditambah dengan kedatangan panglima
Khalid bin Walid setelah sukses merebut Hirrah. Pada tahun 636 M, dalam satu
pertempuran dahsyat yang dikenal dengan nama Perang Yarmuk, pasukan muslim
membuktikan keunggulannya. Setelahnya Syam, Persia, Mesir, Iskandariyah jatuh
ke tangan muslim. Dari sini kemudian pasukan muslim bergerak ke Afrika Utara.
Kesuksesan tentara muslim ini salah satunya karena didukung oleh angkatan laut
yang kuat yang didirikan pada masa Khalifah Usman oleh gubernur Syam, Muawiyah
bin Abi Sufyan.
4. Penataan Pemerintah
Pada masa pemerintah Khalifah Abu Bakar, sistem
pemerintahan masih menganut pada sistem yang pernah diterapkan pada masa nabi
Muhammad SAW. Pada masa nabi, sistem pemerintahan bersifat Sentralistik, dimana
kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada satu tangan. Akan
tetapi, pada masa pemerintahan Umar bin Khattab semua berdiri sendiri bahkan
terjadi desentralisasi. Setiap wilayah atau daerah memiliki kewenangan mengatur
pemerintahan dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah pusat.
Untuk itu, Khalifah Umar bin Khattab membangun jaringan pemerintahan sipil yang
sempuna, tanpa mengikuti atau mencontoh sistem pemerintahan yang lain. Pada
masa pemerintahannya, terdapat dua lembaga penasehat, yaitu majelis yang
bersidang atas pemberitahuan atau informasi umum, dan majelis yang hanya
membahas masalah-masalah yang sangat penting. Untuk memperlancar jalannya roda
pemerintahan, khalifah membentuk beberapa lembaga atau organisasi
ketatanegaraan yang didasari atas hasil pemikiran dan ijtihad Khalifah Umar bin
Khattab. Organisasi-organisasi tersebut antara lain, misalnya:
5. Pembentukan Lembaga Politik (Al Nidzam
Al-Siyasiyah) yang meliputi:
1). Al-Khilafah, sistem ini terkait dengan pemerintahan
sistem khalifah.
2). Al-Wizariyah, para
wazir atau menteri yang membantu Khalifah dalam urusan pemerintahan.
3). Al-Kitabah, sistem
ini terkait dengan masalah pengangkatan seseorang untuk menjabat sekretariat
Negara.
· Al-Nidzam Al-Idary yaitu
sistem pemerintahan yang berkaitan dengan tata usaha administrasi Negara.
· Al-Nidzam Al-Maly,
organisasi keuangan Negara, lembaga ini mengelola masuk keluarnya uang Negara.
Untuk itu dibentuk Baitul Mal.
· Al-Nidzam Al-Harby, yaitu
sistem pemerintahan yang berkaitan dengan masalah ketentaraan. Organisasi ini
mengurusi masalah ketentaraan, masalah gaji tentara, urusan persenjataan,
pengadaan asrama-asrama dan benteng-benteng pertahanan.
· Al-Nidzam
Al-Qadha’i, yaitu sistem yang berkaitan dengan masalah kehakiman, yang meliputi
masalah pengadilan, pengadilan banding dan pengadilan damai.
6. Pengelolaan Keuangan
Dalam hal pengelolaan keuangan dibentuklah Diwan.
Diwan adalah bahasa Persia yang berarti daftar atau catatan. Diwan pertama kali
dibentuk oleh Khalifah Umar Bin Khattab. Diwan yang pertama kali dibentuk
adalah diwan yang mengurusi pendapatan dan pembelanjaan keuangan daerah. Uang-uang
yang mengalir pada Diwan ini berasal dari wilayah taklukan Persia, Syam, Mesir
selain itu juga berasal dari zakat, jizyah (pajak) yang dikenakan kepada setiap
nonmuslim, dan kharraj (pajak tanah) yang dikenakan atau tanah yang dimiliki
nonmuslim.
D.
Ibrah Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Ibrah atau pelajaran yang dapat diambil dari
kepemimpinan Khulafaurrasyidin adalah meneladani prestasi-prestasi yang
dicapai. Khalifah Abu Bakar As Siddiq merupakan salah satu sosok pemimpin yang
tegas dan teguh memegang kebenaran. Khalifah abu bakar as siddiq segera
memberantas suatu gerakan yang dinilai menyalahi Islam, tanpa memberi
kesempatan gerakan tersebut berkembang.
Khalifah Umar bin Khattab merupakan salah satu
pemimpin yang meletakkan dasar-dasar demokrasi dalam Islam. Beliau benar-benar
memperhatikan dan mengutamakan kepentingan rakyat. Dalam pemerintahana
beliau pejabat yang benar-benar dapat dipercaya. Khalifah umar bin khattab juga
membuka diri untuk menerima suara langsung dari rakyat.
Khalifah Usman bin Affan merupakan salah satu
pemimpin yang lemah lembut dan sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya.
Beliau lebih suka mengadakan pendekatan persuasif jika terjadi gejolak.
Adapun Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah seorang
pemimpin yang disiplin, tegas dan keras dalam membela kebenaran yang
diyakininya daripada persatuan. Khalifah Ali bin Abi Thalib juga menjunjung
tinggi keputusan yang sudah menjadi kesepakatan mayoritas.
E. Meneladani Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin yang terdiri atas empat
sahabat nabi Muhammad SAW mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Khalifah
Abu Bakar As-Siddiq mempunyai karakter lembut dan tegas. Dalam suasana Negara
yang kacau, pemimpin yang berkarakter seperti Khalifah Abu Bakar As-Siddiq sangat
diperlukan. Dengan kelembutannya, Khalifah Abu Bakar As-Siddiq dapat
menginsafkan orang-orang yang terbujuk berbuat makar. Sementara itu,
orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara tegas oleh Khalifah Abu
Bakar As Siddiq.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, situasi
Negara aman. Dalam kondisi seperti itu perlu pemimpin yang mempunyai karakter
seperti Umar bin Khattab yaitu cerdas, tegas dan mengutamakan kepentingan
rakyat. Kecerdasan Umar bin Khattab sangat diperlukan untuk membangun
dasar-dasar kemasyarakatan yang Islami.
Situasi Negara pada masa Khalifah Usman bin Affan
benar-benar sudah aman. Kemakmuran sudah tercapai di segenap lapisan
masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, karakter pemimpin yang saleh, penyantun,
dan sabar sangat diperlukan. Dengan karakter seperti khalifah Usman bin Affan
tersebut kemakmuran rakyat dapat tercapai, baik jasmani maupun rohani.
Pada masa peralihan kekuasaan dari khalifah Usman
bin Affan kepada Ali Bin Abi Thalib, kekacauan kembali terjadi. Dalam kondisi
seperti ini karakter pemimpin yang tegas dan mengutamakan kebenaran sangat
diperlukan. Khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai karakter yang tepat.
Ketegasan Ali bin Abi Thalib dalam membela kebenaran mirip dengan Khalifah Umar
bin Khattab.
BAB III
PERKEMBANGAN ISLAM PADA PERIODE KLASIK (ZAMAN
KEEMASAN) PADA TAHUN (650 M-1250 M)
A.
Pada periode klasik
(650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting:
a. Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan
(650-1000 M). Di fase inilah Islam di bawah kepemimpinan para khalifah
mengalami perluasan pengaruh yang sangat signifikan, kearah Barat melalui
Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan kearah Timur melalui Persia Islam
sampai ke India. Masa ini juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (di
bidang agama maupun non agama) dan kebudayaan. Dalam bidang hukum dikenal para
imam mazhab seperti Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ibn Hanbal. Di bidang
teologi dikenal tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Asy’ari, al-Maturidi, Wasil
ibn Atha’ al-Mu’tazili, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Juba’i. Di bidang
ketasawwufan dikenal Dzunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj dan
lainnya lagi. Sementara dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan kita
mengenal al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, Ibn al-Haytsam, Ibn
Hayyan, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi;
Dalam fase ekspansi ini kehadiran telah cukup
banyak mendapat perhatian dan telah para pemikir dan sejarawan dari berbagai
kalangan. Berbagai pendapat dan teori yang membincang persoalan tersebut
membuktikan bahwa tema Islam memang menarik untuk dikaji terlebih dinegeri yang
dikenal mayoritas penduduknya muslim. Terkait teori yang menyatakan bahwa Islam
di Indonesia berasal dari anak benua India, misalnya, ternyata sejarawan tidak
satu kata mengenai wilayah Gujarat. Pendapat Pijnappel yang juga disokong oleh
C. Snouck Hurgronje, J.P Moquette, E.O. Winstedt, B.J.O Schrieke, dan
lain-lainnya tersebut ternyata berbeda dengan yang dikemukakan oleh S.Q Fatimi
dan G.E Morison. Fatimi menyatakan bahwa bukti epigrafis berupa nisan yang
dipercaya diimpor dari Cambay-Gujarat sebenarnya bentuk dan gayanya justru
lebih mirip dengan nisan yang berasal dari Bengal. Sementara Morison lebih
mempercayai bahwa islam di Indonesia bermula dari Pantai Coromandel. Sebab
menurutnya pada masa Islamisasi kerajaan samudera dimana raja pertamanya (Malik
Al-saleh) wafat tahun 1297 M.
Saat itu Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu.
Baru setahun kemudian kekuasaan Islam menaklukkan Gujarat. Jika Islam berasal
dari sana tentunya Islam telah menjadi agama yang mapan dan berkembang ditempat
itu.
Sedangkan tentang teori Islam Indonesia berasal
langsung dari Makkah (yang antara lain dikemukakan oleh T.W Arnold dan
Crawford) lebih didasarkan pada beberapa fakta tertulis dari beberapa pengembara
Cina sekitar abad ke-7 M, dimana kala itu kekuatan Islam telah menjadi dominan
dalam perdagangan Barat-Timur, Bahwa ternyata dipesisir pantai Sumatera telah
ada komunitas Muslim yang terdiri dari pedagang asal Arab yang diantaranya
melakukan pernikahan dengan perempuan-perempuan local. Terdapat juga sebuah
kitab ‘Aja’ib al-Hind yang ditulis al-Ramhurmuzi sekitar tahun 1000 M.
b. Fase disintegrasi (1000-1250 M)
Sebagaimana yang telah di jelaskan pada bab
terdahulu,hanya pada periode pertama pemerintah bani Abbas mencapai masa
keemasannya. Pada periode setelahnya pemerintah dinasti ini mulai
menurun,terutama di bidang politik yang ditandai dengan perpecahan dan
kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada terenggutnya Baghdad oleh
bala tentara Hulagu di tahun 1258 M. Jika menengok sejarah agama-agama, dengan
mudah akan dapat diketemukan fakta yang menunjukkan bahwa banyak agama
mengalami persebaran hingga keluar jauh dari wilayah asal pertumbuhannya.
Bahkan tak jarang, suatu agama justru dapat berkembang dengan jumlah pengikut
yang lebih besar di wilayah lain di luar wilayah asalnya. Proses persebaran
ini, dapat mengambil pola-pola sebagai berikut:
Pertama, ekspansi, baik melalui kontak langsung
maupun hirarkis ; Kedua, pola relokasi. Bersamaan dengan aliran persebaran
tersebut, terjadilah proses perubahan dari segi pemahaman maupun praktek yang
menunjukkan perbedaan karena faktor lokalitas dan tokohnya. Artinya, banyak
agama mengalami perubahan dari aslinya ketika berkembang di wilayah lain. Faktor
budaya dan kebiasaan lokal kerap memberi pengaruh terhadap bentuk kepercayaan
dan perilaku keberagamaan sehingga muncul fenomena aliran-aliran. Fenomena ini
tak terkecuali berlangsung juga dalam tradisi dan komunitas muslim.
BAB IV
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA PERIODE PERTENGAHAN
( 1250 M- 1800 M)
A. Kesultanan
Usmani
Dinasti Usmani didirikan oleh Usman, putra
Artogol dan Kabilah Oqhuz di daerah Mongol. Dibawah kepemimpinannya, wilayah
kesultanan Usmani semakin luas dengan menaklukan wilayah Azmir (1327 M),
Tharasyanli (1356 M), Iskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Galipoli (1356
M).Sedangkan pada tahun 1453 M dapat mengalahkan Byzantium dan Konstantinopel
di bawah pimpinan Muhammad Al-Fatih. Beberapa kemajuan pada masa Kerajaan
Usmani, Yaitu :
1. Pemerintahan dan Militer
Sistem pemerintahan telah berjalan dengan baik,
dan kekuasaan militernya pun handal. Pada masa ini muncul kelompok elite
militer yaitu Jannisary atau Inkrisyariyah yang merupakan kekuatan penghancur
dan penakluk negeri-negeri non muslim.
2. Pengetahuan
Akulturasi budaya dari berbagai Negara,
diantaranya Kebudayaan Persia, Byzantium dan Arab. Sedangkan ilmu pengetahuan
yang menonjol adalah bidang arsitektur dan hiasan kaligrafi.
3. Agama
Kesadaran agama pada masa Kerajaan Usmani sangatlah
kuat. Pada masa ini muncul dua aliran tarekat, yaitu Bektsyi dan Maulawiyah.
Berikut ini nama–nama 38 penguasa Kesultanan
Usmani. Yaitu :
Periode Pertama
1) Usman
I
1299-1324
2) Orkhan bin
Usman
1324-1359
3) Murad bin
Orkhan
1359-1389
4) Bayazid I bin Murad
I
1389-1402
Periode Kedua
5) Muhammad I bin bayazid
I
1403-1421
6) Murad II bin Muhammad
I
1421-1451
7) Muhammad II al-Fatih
bin Murad I 1451-1481
8) Bayazid II bin
Muhammad
II
1481-1512
9) Salim I bin Bayazid
II
1512-1520
10) Sulaiman al-Qununi bin Salim
I
1520-1566
Periode Ketiga
11) Salmi II bin Sulaiman
I
1566-1574
12) Murad II bin Salim
II
1574-1595
13) Muhammad II bin Murad III
1595-1603
14) Ahmad I bin Muhammad
III
1603-1617
15) Mustafa I bin Muhammad
III
1617-1618
16) Usman II bin Ahmad
I
1618-1622
17) Mustafa I untuk yang
ke-2
1622-1623
18) Murad IV bin Ahmad
I
1623-1640
19) Ibrahin bin Ahmad
I
1640-1648
20) Muhammad IV bin
Ibrahin
1648-1687
21) Sulaiman
II
1687-1691
22) Ahmad II bin
Ibrahim
1691-1695
23) Mustafa II bin Muhammad
IV
1695-1703
Periode Keempat
24) Ahmad III bin Muhammad
IV
1703-1730
25) Mahmud I bin Mustafa
II
1730-1754
26) Usman III bin Mustafa
II
1754-1757
27) Mustafa II bin Ahmad III
1757-1774
28) Abdul Hamid I bin Ahmad
III
1774-1789
29) Salim III bin Mustafa
III
1789-1807
30) Mustafa IV bin Abdul Hamid
I
1807-1808
31) Mahmud II bin Abdul Hamid
I
1808-1839
Periode Kelima
32) Abdul Majid bin Mahmud
II
1839-1861
33) Abdul Aziz bin Mahmud
II
1861-1876
34) Murad V bin Abdul
Majid
1876
35) Abdul Hamid III bin Abdul
Majid
1876-1909
36) Muh. V Rasyad bin Abdul
Majid
1909-1918
37) Muh. Wahiduddin bin Abdul
Majid
1918-1922
38) Abdul Majid II sebagai
khalifah
1922-1924
B. Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi didirikan oleh Syah Ismail pada
tahun 907 H/1500M. Syah Ismail berhasil menaklukan Irak, Turki, dan Baghdad.
Ekspansi Syah Ismail didukung oleh pasukan Qizilbasi.
Pada masa Ismail (250-1524 M) mengukuhkan
dirinya sebagai raja (syah), ia pun memproklamasikan Syiah Isra Asyariyah (dua
belas) sebagai agama Negara. Namun, Persia sebelumnya berada di bawah kekuasaan
Suni, Sehingga Syah Ismail harus mendatangkan Ulama Syiah dari wilayah lain
yang kuat tradisi syiah nya seperti Irak, Bahrein, dan Libanon untuk mencapain
tujuan yang dicita-citakannya ini.
Puncak keemasan Kerajaan Safawi terjadi pada masa
kepemimpinan Syah Abbas (1588-1629 M)Syah Abbas berhasil memperluas wilayahnya
ke Tabriz, Sirwan, Kepulauan Harmuz, dan pelabuhan Bandar Abbas. Beberapa
kemajuan pada masa Kerajaan Safawi, yaitu :
1.
Pemerintahan dan Politik
Struktur Organisasi pemerintahan Kerajaan Safawi
secara administratif terbagi menjadi dua, yaitu horizontal dan vertikal. Secara
horizontal berdasarkan kesukuan, sedangkan secara vertikal berdasarkan
keistanaan (dargah) dan sekretariat Negara (divan atau mamalik)
2. Ekonomi
Adanya pelabuhan Bandar Abbas, pelabuhan menjadi
ramai, sehingga Perdagangan semakin maju. Selain itu, juga mengalami kemajuan
dalam bidang pertanian, terutama di daerah Bulan Sabit yang subur.
3. Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Syah Abbas I mendirikan lembaga Pendidikan syiah,
yaitu untuk lebih memantapkan aliran Syiah yang diyakininya. Pada zaman ini
muncul beberapa ilmuwan, sastrawan, dan sejarawan, diantaranya Muhammad bin
Husain Al-Amili Al-Juba’I. Muhamad Baqir Astarabadi, Sadrudin Muhammad bin
Ibrahim Syiraji, dan Muhammad Baqir Majlisi.
Sedangkan dibidang budaya banyak dibangun
gedung-gedung yang megah dan indah, baik itu kantor, masjid, rumah sakit maupun
jembatan raksasa. Dalam bidang seni banyak sekali menghasilkan kerajinan
tangan, keramik, karpet, dan seni lukis.
C. Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur
(1428-1530 M). Ia berkuasa selama 30 tahun. Setelah wafat digantikan oleh
anaknya Humayun, dan ia berkuasa selama 9 tahun. Kemudian Humayun digantikan
oleh anaknya yaitu Akbar. Akbar memperluas ekspansi dengan menguasai daerah
Chundar, Ghond, Ovisa, dan Asingah. Beberapa kemajuan pada masa Kerajan Mughal,
yaitu :
1. Politik dan Ekonomi
Stabilitas politik yang aman dan pemerintahan yag
stabil, membuat laju perekonomian dan pertanian pun maju. Contohnya biji-bijian
dan sayuran serta hasil kerajinan pengolohan kain untuk pakaian maupun gordyn.
2. Seni dan Budaya
Dalam bidang kesenian yang paling menonjol adalah
sastra gubahan penyair Istana, yaitu Malik Muhammad Jayadi dengan karyanya yang
berjudul “padyamat”. Demikian juga pembangunan masjid indah dan megah seperti
Taj Mahal.
Berikut ini daftar nama-nama para raja yang
berjasa di keraajaan Mogul-India :
1)
1526-1530
Zahiruddin Muhammad Babur
2)
1530-1556
Humayun
3)
1605-1627
Akbar Syah
4)
1627-1658 Jahangir
5)
1658-1707
Syeh Jehan
6)
1707-1712
Aurangzeb (Alamgir)
7)
1712-1713
Bahadur Syah I
8)
1713-1719
Jihandar Syah
9)
1719-1748 Farruk
Siyar
10)
1748-1754
Muhammad
11)
1754-1759
Ahmad
12)
1759-1806
Alam II
13)
1806-1837
Akbar II
14)
1837-1857
Bahdur Syah II
BAB V
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA MODEREN ( 1800-
SEKARANG)
A. Selayang Pandang
Perkembangan Islam Masa Modern
Benturan-benturan antara Islam dengan kekuatan
Eropa menyadarkan umat Islam bahwa jauh tertinggal dengan Eropa dan yang
merasakan pertama persoalan ini adalah kerajaan Turki Usmani yang langsung
menghadapi kekuatan Eropa yang pertama kali. Kesadaran tersebut membuat
penguasa dan pejuang-pejuang Turki tergugah untuk belajar dari Eropa.
Guna pemulihan kembali kekuatan Islam, maka
mengadakan suatu gerakan pembaharuan dengan mengevaluasi yang menjadi penyebab
mundurnya Islam dan mencari ide-ide pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari
barat. Gerakan pembaharuan tersebut antara lain
Gerakan Wahhabiyah yang diprakarsai oleh
Muhammad ibn Abdul Wahhab (1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762)
M di India dan Gerakan Sanusiyyah di Afrika Utara yang dikomandoi oleh Said
Muhammad Sanusi dari Al Jazair
Gerakan penerjemahan
karya-karya Barat kedalam bahasa Islam dan pengiriman para pelajar muslim untuk
belajar ke Eropa dan Inggris
Dalam gerakan pembaharuan sangat lekat dengan
politik. Ide politik yang pertama muncul yaitu Pan Islamisme atau persatuan
Islam sedunia yang digencarkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah, setelah
itu diteruskan dengan lebih gencar oleh tokoh pemikir Islam yang bernama
Jamaluddin Al Afghani (1839-1897).
Menurut Jamaluddin, untuk pertahanan Islam, harus
meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang dibawah panji bersama dan
juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri islam.
Dengan ide yang demikian, ia dikenal atau mendapat julukan bapak nasionalisme
dalam Islam.
Gagasan atau ide Pan Islamisme yang digelorakan
oleh jamaluddin disambut oleh Raja Turki Usmani yang bernama Abd. Hamid II
(1876-1909) dan juga mendapat sambutan yang baik di negeri-negeri Islam. Akan
tetapi setelah Turki Usmani kalah dalam perang dunia pertama dan kekhalifahan
dihapuskan oleh Musthofa Kemal seorang tokoh yang mendukung gagasan
nasionalisme, rasa kesetiaan kepada Negara kebangsaan.
Di Wilayah Mesir, Syiria, Libanon, Palestina,
Hijaz, irak, Afrika Utara, Bahrein dan Kuwait, nasionalismenya bangkit dan
nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Dalam penyatuan
Negara arab dibentuk suatu liga yang bernama Liga Arab yang didirikan pada
tanggal 12 Maret 1945.
Di India dibentuk gerakan nasionallisme yang diwakili oleh Partai
Kongres Nasional India dan juga dibentuk komunalisme yang digagas oleh
Komunalisme Islam yang disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan
bagi Partai Kongres nasional. Di India terdapat pembaharu yang bernama Sayyid
Ahmad Khan (1817-1898), Iqbal (1876-1938) dan Muhammad Ali Jinnah (1876-1948).
Di Indonesia, terdapat pembaharu atau partai politik besar yang
menentang penjajahan diantaranya
a. Sarekat Islam (S I ) dipimpin oleh HOS
Tjokroaminoto berdiri pada tahun 1912 dan merupakan kelanjutan dari Sarikat
Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911.
b. Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh
Sukarno (1927)
c. Pendidikan nasional Indonesia (PNI-baru) didirikan oelh Mohammad
Hatta (1931)
d. Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) menjadi
partai politik tahun 1932 yang dipelopori oleh Mukhtar Luthfi
Munculnya gagasan nasionalisme yang diiringi oleh
berdirinya partai-partai politik tersebut merupakan asset utama umat Islam
dalam perjuangan untuk mewujudkan Negara merdeka yang bebas dari pengaruh
politik barat. Sebagai gambaran dengan nasionalisme dan perjuangan dari
partai-partai politik yang penduduknya mayoritas muslim adalah Indonesia.
Indonesia merupakan Negara yang mayoritas muslim yang pertama kali berhasil
memproklamirkan kemerdekaannya yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Negara kedua yang
terbebas dari penjajahan yaitu Pakistan. Merdeka pada tanggal 15 agustus 1947
dengan presiden pertamanya Ali Jinnah.
Di wilayah timur tengah, Mesir resmi merdeka pada
tahun 1992 dan benar-benar merdeka pada tanggal 23 Juli 1952 dengan pimpinan
pemerintahan yang bernama Jamal Abd Naser. Irak merdeka tahun 1932, tetapi
rakyatnya merasa merdeka baru tahun 1958 dan Negara lain seperti Jordania,
Syiria dan Libanon merdeka pada tahun 1946
Di Afrika, Lybia merdeka pada tahun 1962, Sudan,
Maroko merdeka tahun 1956 M, Aljazair tahun 1962. Negara lain yang merdekanya
hamper bersamaan seperti Negara Yaman Utara, Yaman selatan, dan Emirat Arab.
Di Asia Tenggara, Malaysia, Singapura merdeka
tahun 1957 dan Brunai Darussalam merdeka pada tahun 1984. Selain itu, Negara
Islam yang dahulunya bersatu dalam Uni Soviet seperti Turkmenia, Uzbekistan,
Kirghistan, Khazakhtan Tajikistan dan Azerbaijan dan Bosnia baru merdeka pada
tahun 1992
B. Perkembangan Islam,
Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pada Abad Modern
Masa kebangkitan Islam atau disebut dengan masa
pembaharuan mulai menggeliat pada tahun 1800 M. Pada masa tersebut kalangan
kaum muslimin banyak yang mengerahkan pemikirannya untuk kemajuan agama Islam.
para Ulama, Cendekiawan muslim di berbagai wilayah Islam banyak yang intens
terhadap study Islam sehingga keortodokannya mulai ditinggalkannya. Sehingga
pada masa pembaharuan tersebut ilmu pengetahuan, kebudayaan dan ajaran islam
berkembang di berbagai Negara seperti Negara India, Turki, Mesir.
Tokoh pembaharu yag ternama adalah Muhammad ibn
Abdul Wahab di Arabia dengan Wahabiyahnya pada tahun 1703-1787 M. Gerakan ini
memiliki pengaruh yang besar pada abad ke – 19. Upaya dari gerakan ini adalah
memperbaiki umat Islam sesuai dengan ajaran Islam yang telah mereka campur
adukkan dengan ajaran-ajaran tarikat yang sejak abad ke 13 telah tersebar luas
di dunia Islam.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, di Turki Usmani
mengalami kemajuan dengan usaha-usaha dari Sultan Muhammad II yang melakukan
terhadap umat Islam di negaranya untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan upaya melakukan pembaharuan dibidang pendidikan dan pengajaran,
lembaga-lembaga Islam diberikan muatan pelajaran umum dan upaya mendirikan “
Mektebi Ma’arif” guna menghasilkan tenaga ahli dalam bidang administrasi dan
“Mektebi Ulumil Edebiyet” guna menghasilkan tenaga penterjemah yang handal
serta upaya mendirikan perguruan tinggi dengan berbagai jurusan seperti
kedokteran, teknologi dan militer.
Pada tanggal 1 November 1923 kesultanan Turki
dihapuskan dan diganti dengan Negara Republik dengan presiden pertamanya yaitu
Musttafa Kemal At Turk, IPTEK semakin maju. dan pada waktu itu juga di India
bermunculan cendekiawan muslim modern yang melakukan usaha-usaha agar umat
Islam mampu menguasai IPTEK seperti Sayid Ahmad Khan, Syah Waliyullah , Sayyid
Amir, Muhammad Iqbal, Muhammad Ali jinnah dan abdul Kalam Azad. salah satu dari
cendekiawan tersebut yang sangat menonjol dan besar jasanya terhadap umat Islam
adalah Sayid Ahmad Khan.
Penguasa Mesir yaitu Muhammad Ali (1805-1849)
dalam hal IPTEK agar maju berupaya dengan mengirimkan para mahasiswa untuk
belajar IPTEK ke perancis setelah lulus dijadikan pengajar di berbagai
perguruan tinggi seperti di universitas Al Azhar sehingga dengan cepat IPTEK
menyebar ke seluruh dunia Islam. Selain itu terdapat Universitas Iskandariyah
di kota Iskandariah yang memiliki fakultas kedokteran, Teknik, Farmasi,
Pertanian, Hukum, Perdagangan dan Sastra. Universitas Aiunusyam di kairo,
Universitas Assiut, Universitas Hilwan, universitas Suez, dan Universitas “The
American University in Cairo.
Pada perkembangan Islam abad modern, umat islam
timbul kesadarannya tentang pentingnya ajaran islam yang sesuai dengan ajaran
yang dibawa oleh Rasulullah SAW sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman hidup.
karena umat Islam sudah jauh dari ajaran Rasulullah SAW yaitu banyak
penyimpangan-penyimpangan dari sumber asalnya, penyakit bid’ah, tahayul,
klenik, perdukunan, kemusrikan dll sangat merebak dan hamper seperti kehidupan
Jahiliyah. Dengan kondisi umat Islam tersebut maka muncullah para pembaharu
yaitu suatu gerakan pemurnian terhadap ajaran agama Islam yang sesuai dengan
ajaran yang bersumber pada Qur’an dan Hadits. Para pembaharu tersebut antara
lain:
a. Muhammad bin Abdul Wahab yaitu ulama besar
yang produktif yang lahir di Nejed Arab Saudi Salah satu kitabnya yaitu Kitab
Tauhid, sebuah kitab yang berisi tentang mengesakan Allah SWT dengan membasmi
praktek-praktek tahayul, bid’ah khurafat yang ada pada umat islam dan mengajak
untuk kembali ke ajaran tauhid yang sebenarnya. Gerakan pembaharuan Abdul Wahab
tersebut dikenal dengan Gerakan Wahabiyah.
b. Rif’ah Badawi Rafi’ At Tahtawi yang lahir di
Tahta merupakan pembaharu Islam yang pemikirannya yaitu menyerukan kepada umat
Islam agar menyeimbangkan antara dunia dan akhirat
c. Jamaluddin Al afgani yang lahir di Asadabad
dengan pemikiran pembaharuannya adalah supaya umat Islam kembali pada ajaran
agama Islam yang murni , kepemimpinan otokrasi supaya diubah menjadi demokrasi,
untuk mewujudkan kemajuan masyarakat Islam yang dinamis agar kaum wanita
bekerja sama dengan kaum pria dan Gerakan Pan Islamisme yaitu penyatuan seluruh
umat Islam.
d. Muhammad Abduh yaitu pembaharu Islam di Mesir
penerus dari gerakan Wahabi dan Pan Islamisme Beliau bersama muridnya yang
bernama Muhammad Rasyid Rida menerbitkan jurnal “Al Urwatu Wustsqa” Selain itu
Muhammad Abdul juga menyusun kitab yang berjudul “ Ar Risalah at Tauhid”
e. Sayid Qutub yaitu ulama dan tokoh gerakan
pembaharuan yang menyelaraskan antara urusan akhirat dengan urusan duniawi dan
bersama Yusuf Qardhawi menekankan perbedaan antara modernisasi dengan
pembaratan.
f. Sir Sayid Akhmad Khan lahir di Delhi India
adalah pembaharu yang produktif dengan berbagai karya diantaranaya Tarikhi
Sarkhasi Bignaur berisi catatan kronologi pemeberontakan di Bignaur, Asbab
Baghawat Hind, The Causes of the Indian Revolt (sebab-sebab revolusi India,
Risalat Khair Khawahan Musulman risalah tentang orang-orang yang setia, dan
Akhkam Ta’aam Ahl al Kitab hukum memakan makanan ahli kitab. Selain itu Beliau
juga mendirikan Sekolah Inggris di Mudarabad, sekolah Muslim University of
Aligarth, membentuk Muhammedan Educational Conference dan mendirikan The
Scientific Society lembaga penerjemah IPTEK ke bahasa Urdu serta menerbitkan
majalah bulanan Tahzib al Akhlaq dan lain-lainnya.
g. Muhammad Iqbal yaitu seorang muslim India
dengan karyanya The Reconstruction of Religius Though in Islam (pembangunan
kembali pemikiran keagamaan dalam islam).
Selain yang tersebut di atas, dalam hal
perkembangan kebudayaan pada masa modern juga mengalami kemajuan di berbagai
Negara Islam artinya Negara yang mayoritas berpenduduk Islam seperti Mesir,
Arab Saudi, Irak, Iran, Malaysia, Brunai Darussalam, Kuwait dan indonesia.
Dibidang arsitek, di Arab Saudi mengalami
perkembangan yang pesat. Pembangunan-pembagunan fisik sangat dahsyat dari
pembangunan jalan raya, jalan kereta, pelabuhan sampai Maskapai penerbangan
Internasional, perhotelan, peribadatan seperti Masjidil Haram yang ditengah
masjid terdapat Kakbah dan baitul Atiq, Hajar Aswad, Hijr Ismail, Makam Ibrahim
dan sumur Zam-Zam yang letahnya berdekatan dengan Kakbah. Bangunan Masjidil
Haram sangat luas, sangat indah dan megah. Masjid Nabawi yaitu Masjid yang
indah dan megah pula serta ber A C. Di Iran terdapat bangunan yang indah yaitu
berupa bangunan arsitektur peninggalan Dinasti Qatar yaitu Istana Niavarand,
pekuburan Behesyti Zahra.
Dalam bidang Sastra pada masa pembaharuan
terdapat nama-nama sastrawan yang Islami di berbagai Negara seperti sastrawan
dan pemikir ulung yang lahir di Pakistan tahun 1877 dan wafat tahun 1938
bernama Muhammad Iqbal, Mustafa Lutfi Al Manfaluti tahun 1876-1926 yaitu
sastrawan dan ulama al Azhar Mesir, Muhammad Husain Haekal tahun 1888-1956 ia
adalah seorang pengarang Mesir yang menulis Hayatu Muhammad, Jamil Sidi Az
Zahawi tahun 1863-1936 di Irak daln lain-lain.Dalam bidang kaligrafi di abad
modern juga berkembang yaitu biasanya digunakan sebagai hiasan di masjid,
hiasan di rumah, perabotan rumah tangga dll dengan media seperti kertas, kayu,
kain, kulit, keramik dll.
C. Gerakan Modern islam
Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam
yang lahir di Timur Tengah sangat berpengaruh terhadap gerakan kebangkitan
Islam di Indonesia. Pengaruh tersebut seperti munculnya berbagai organisasi dan
kelembagaan modern di Indonesia pada awal abad ke- 20. Organisasi atau
kelembagaan dimaksud yaitu Jamiatul Khair (1905) yang bertujuan izzul Islam wal
Muslimin kejayaan Islam dan umatnya dengan gerakannya yaitu mendirikan sekolah
tingkat dasar dan mengirimkan anak muda berprestasi ke Turki. Al Irsyad, yaitu
bergerak dalam bidang pendidikan pendirinya adalah Syekh Ahmad Sorkati dan para
pedagang. Muhammadiyah, yaitu didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tanggal 18 november
1912 di Jogjakarta dengan tujuan Menggapai Surga dengan ridha Allah SWT dan
mencapai masyarakat yang aman, damai, makmur, sejahtera dan bahagia disertai
dengan nikmat Allah yang melimpah ruah dengan baldatun tayyibatun wa rabbun
gafur.
Persatuan Islam didirikan oleh Ahmad Hasan dan M.
Natsir di Bandung tahun 1920, kegiatan utamanya tabligh, khotbah dan penerbitan
guna memurnikan syari’at Islam. SDI (Syarikat Dagang Islam) didirikan oleh Haji
Saman Hudi di Solo tahun 1911. SDI diubah menjadi PSI (Partai Serikat Islam )
dan tahun 1929 diubah lagi menjadi PSII (Partai Serikat Islam Indonesia),
semula bergerak dalam ekonomi dan keagamaan kemudian berubah menjadi kegiatan
politik. N U (Nahdhatul Ulama) yaitu didirikan oleh KH Hasyim Asy’ ari tanggal
13 januari 1926 di Surabaya dengan tujuan membangkitkan semangat juang para
ulama di Indonesia. Matla’ul Anwar, pendirinya adalah KH Yasin pada tahun 1905
di Banten dengan kegiatanyya berupa sosial keagamaan dan pendidikan. Perti
(Pergerakan Tarbiyah) didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar Rasuli pada tahun 1928
di Sumatera Barat. Kegiatannya bergerak dalam bidang pendidikan, memberantas
bid’ah, khurafat dan takhayul serta taklid umat Islam.
D. Hikmah Mempelajari
Sejarah Perkembangan Islam Pada Abad Modern
Hikmah mempelajari sejarah perkembangan Islam
pada abad modern dapat disikapi dengan sejarah tersebut dapat memberikan ide
dan kreatifitas tinggi untuk mengadakan perubahan-perubahan supaya lebih maju
dengan cara yang efektif dan efisien, Problema-problema masa lalu dapat menjadi
pelajaran dalam bidang yang sama pada masa yan selanjutnya,Pembaharuan dapat
dilakukan dalam berbagai bidang baik ekonomi, pendidikan ,politik dan lain
sebagainya.
BAB VI
PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA / INDONESIA
A.
Sejarah Islam Masuk ke
Nusantara
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah
agama yang diturunkan oleh Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Karena itu sebagaimana fithrahnya, maka cepat atau lambat akan menyebar keseluruh
dunia dan memenuhi alam semesta. Keniscayaan inilah yang kemudian membawanya
sampai ke wilayah Nusantara Indonesia.
Kepulauan Melayu-Indonesia terletak dibagian
ujung dunia Muslim. Ia merepresentasikan salah satu wilayah paling jauh dari
pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Fakta geografis ini sangat penting jika
orang mencoba memahami dan menjelaskan islamisasi di kawasan ini. Jauhnya
Nusantara membuat islamisasi ini sangat berbeda dengan islamisasi di kawasan
umat Islam lainnya di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Selatan. Berlawanan
dengan wilayah-wilayah semacam Persia dan India – yang dalam banyak hal
mengalami islamisasi setelah ekspansi militer dan kekuatan politik Islam dari
Asia Barat – praktis tidak ada satu bagian dari kepulauan Melayu-Indonesia yang
mengalami islamisasi seperti itu. Di sisi lain, Islam datang ke Indonesia
ketika agama tersebut bukan lagi merupakan agama yang unggul baik secara
politik, ekonomi, militer, maupun budaya, tetapi secara umum mengalami
masa-masa surut. Konsekwensinya, umat Islam tidak mampu mendesakkan pengaruhnya
untuk mentransformasi budaya lokal menjadi konstruk peradaban Islam yang
sebenarnya.
Islam bukan merupakan arus yang cukup kuat ketika
pertama kali menyebarkan agamanya. Karena itu para sejarawan menyebutkan bahwa,
“penyebaran Islam lebih bersifat asimilatif ketimbang revolusioner. Islam
datang ke Nusantara bukan melalui penaklukan tetapi melalui jalur perdagangan.
Para sarjana dan peneliti tentang proses kedatangan dan penyebaran Islam di
Kepulauan Melayu-Indonesia hampir bersepakat dengan kenyataan bahwa islamisasi
di kawasan ini umumnya terjadi melalui jalan damai. Tentu saja ada sedikit
kasus tentang penggunaan kekuatan oleh penguasa Muslim Melayu-Indonesia untuk
mengonversi rakyat atau masyarakat di sekitarnya menjadi Islam, tetapi secara
umum pengislaman berlangsung melalui cara-cara damai.
Islam harus banyak berkompromi dengan berbagai
elemen tradisi lokal dan bersikap toleran terhadap berbagai tradisi yang asing
bagi karakter dasarnya. Oleh karena itu, Islam dianggap sebagai sekedar suatu
lapisan tipis dari berbagai simbol yang dilekatkan kepada inti ajaran-ajaran
animisme dan/atau tradisi Hindu-Budha, hal ini terutama sekali terjadi di pulau
Jawa.
Para sejarawan tidak memiliki kesepakatan tentang
kapan tepatnya Islam mulai memasuki wilayah Nusantara. Sebagian besar
menyebutkan bahwa Islam pertama kali dikenal di Indonesia sekitar abad ke 3
Hijriah/abad ke 9 masehi atau bahkan lebih awal dari itu. Namun Islam tidak
menyebar di seluruh wilayah dalam intensitas yang sama. Pada awalnya Islam
tampak berkembang pesat di wilayah-wilayah yang tidak banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan Hindu-Budha, seperti Aceh, Banten, Sumatra Barat, Makassar dan
Maluku, serta wilayah-waliyah lain yang para penguasa lokalnya memiliki akses
langsung kepada peradaban kosmopolitan berkat maraknya perdagangan antar bangsa
ketika itu. (lihat J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society, dalam DR.
Fauzan Saleh, Teologi Pembaruan). Di wilayah-wilayah ini, Islam dapat memainkan
peran yang signifikan dalam kehidupan sosial dan mempengaruhi secara mendalam
kesadaran keagamaan serta hubungan sosial-politik pada penganutnya yang baru.
Dalam sebuah buku yang cukup terkenal, A History
of Modern Indonesia; c 1300 to the Present., M.C. Ricklefs, mengatakan bahwa
abad ke 14 merupakan babak pertama sejarah Indonesia modern. Ia menyebutkan
bahwa elemen fundamental yang menyebabkan periode sejarah sejak sekitar tahun
1300-an, yakni segi kultural dan religius, bahwa Islamisasi Indonesia sejak
tahun 1300-an masih terus berlangsung hingga kini. Setidaknya hingga
pertengahan abad ke 15, umat Islam bukan saja telah menyebar luas keseluruh
kepulauan Indonesia, tapi secara sosial bahkan telah muncul menjadi agen
perubahan sejarah yang penting. Meskipun belum sepenuhnya mencapai kepedalaman,
mereka misalnya telah banyak membangun apa yang disebut sebagai,
“diaspora-diaspora perdagangan” terutama di pesisir pantai. Dengan dukungan
kelas saudagar terhadap para ulama, proses Islamisasi berlangsung secara
besar-besaran dan hampir menjadi landscape histories yang dominan di Indonesia
ketika itu.
B.
Penyebaran Islam dari
Daerah-Ke daerah
Untuk mengelaborasi lebih jauh, penduduk daerah
pesisir yang secara ekonomi bergantung pada perdagangan internasional, dalam satu
dan lain hal, cenderung menerima Islam dalam rangka mempertahankan para
pedagang Muslim yang sudah berada di Nusantara sejak paling kurang pada abad ke
7, untuk tetap mengunjungi dan berdagang di pelabuhan-pelabuhan mereka. Dengan
masuk Islam, penguasa lokal pada batas tertentu mengadobsi aturan-aturan
perdagangan Islam untuk digunakan dalam masyarakat pelabuhan sehingga pada
gilirannya akan menciptakan suasana yang lebih mendukung bagi perdagangan.
Contoh kasus ini adalah konversi penguasa Malaka, Parameswara, yang agaknya
menerima Islam demi menarik kedatangan para pedagang Muslim ke pelabuhannya
yang baru di bangun.
Sejak saat itu Islam mulai menyebar dan secara
alami terjadi proses asimilasi dan akulturasi terhadap budaya lokal. Dalam
seminar tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Aceh pada tahun 1978,
menyebutkan bahwa Perlak, Lamuri dan Pasai adalah kerajaan Islam yang pertama
di Indonesia. Menurut Prof. A. Hasymi, kerajaan Islam pertama di Indonesia
adalah kerajaan Islam Perlak yang berdiri pada abad ke 3 Hijriah. Hanya saja
terdapat sedikit perbedaan mengenai tahun berdirinya kerajaan tersebut, ada
yang menyebutkan 225 H dan yang lain menyebut 227 H. (Lihat Izhhar al-Haqq dan
Tadzkirah Thabaqat dalam Prof A. Hasymi. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam
di Indonesia, PT. Alma’arif, Bandung 1981).
Dalam keterangan Marcopolo mengatakan bahwa,
“perlu diketahui bahwa Perlak selalu disinggahi saudagar Arab, sebab di
kerajaan Perlak ini mereka telah mengislamkan penduduknya.”
Selanjutnya Prof. A. Hasymi menulis, pada tahun
173 H sebuah kapal layar telah berlabuh di Bandar Perlak, membawa angkatan
dakwah dibawah Nakhoda Khalifah, yang datang dari Teluk Kambay Gujarat, pada
tanggal 1 Muharram 225H Kerajaan Perlak di Proklamasikan menjadi sebuah kerajaan
Islam dan Sayid Abdul Aziz dilantik menjadi raja dengan gelar Sultan Alaiddin
Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Angkatan dakwah yang dipimpin Nakhoda Khalifah
berjumlah 100 orang yang terdiri dari orang Arab, Persia, dan India. Salah
seorang dari mereka adalah Sayid Ali dari suku Quraisy yang kawin dengan
seorang putri Perlak yaitu Makhdum Tansyuri adik dari Meurah (kepala suku)
Perlak yang bernama Syahir Nuwi, adalah anak dari Pangeran Salman yang datang
ke Perlak 50 tahun sebelum kedatangan angkatan dakwah tersebut. Jadi dapat
diduga bahwa Islam masuk ke Aceh pada awal abad ke dua Hijriah atau akhir abad
pertama Hijriah.
Dari perkawinan Sayid Ali dengan Makdum Tansyuri
lahirlah Sayid Abdul Aziz. Dari sini dapat kita telusuri bahwa silsilah Sayid
Abdul Aziz adalah Abdul Aziz bin Ali bin al-Muktabar bin Muhammad ad-Diba bin
Jakfar Shiddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain
asy-Syahid bin Ali bin Abi Thalib/Fathimah binti Rasulullah Saw.
Sejak saat itu penyebaran Islam dari daerah ke daerah
mengalami perkembangan yang pesat. Sejumlah kerajaan seperti kerajaan Pasai,
kerajaan Aceh sampai ke Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Pariaman juga
menerima Islam.
Di Pasai pada pemerintahan Raja Meurah Silu
(al-Malik as-Saleh) yang memerintah Samudra Pasai pada tahun 650-688 H /
1261-1289 M menunjukkan bahwa beliau adalah keterunan Raja Perlak, yaitu
Makhdum Sultan malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (365 - 402 H / 976 – 1012 M).
Pada masa kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Ahmad Bahian Syah Malik
az-Zahir tahun 727-750 H/1326-1345M, Samudera Pasai memainkan peranan dalam
perkembangan Islam di Jawa dan Sulawesi.
Sejak saat itulah di wilayah kerajaan-kerajaan
Aceh berdatangan sejumlah ulama dari Arab yang mengajarkan Islam. Di antaranya
adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid ar-Raniry
al-Quraisy atau Syekh Nuruddin ar-Raniry, dari Gujarat, India. Tahun 1031
H/1621 M belajar ke Tarim, Hadramaut, kemudian melanjutkan ke Mekkah dan
Madinah. Nuruddin ar-Raniry adalah pengikut Tarekat Rifaiyah, yang didirikan
oleh Ahmad Rifa’i. Ia masuk terekat tersebut atas rekomendasi dari Sayid Abu
Hafis Umar bin Abdullah Basyaiban dari Tarim. Sedangkan Basyaiban di
rekomendasi oleh gurunya Sayid Muhammad Alaydrus yang lahir tahun 1561 M. di
samping ulama seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani (1638 M), dan
Abdurauf Singkel (1693 M)
Di Sumatra bagian Selatan menurut Ahmad mansyur
Suryanegara dalam makalah yang berjudul Masuknya Agama Islam ke Sumatra
Selatan, menulis bahwa, pertama. Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa
Arab jauh lebih maju dari bangsa Barat. Jauh sebelumnya bangsa Arab telah
mengusai samudra India atau Samudra Persia. Sekitar abad ke 10 navigasi
perdagangannya sudah sampai ke Korea dan Jepang, di tengah perjalanan di Selat
Malaka mereka berhubungan dagang dengan Zabaj (Sriwijaya), karena suluruh kapal
yang melewati Selat Malaka singgah mengambil perbekalan di bandar Sriwijaya.
Kedua, dapat dipastikan bahwa Islam masuk di daerah Sriwijaya pada abad ke-7.
hal ini mengingat cerita buku sejarah Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti Tang
memberitakan tentang utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga pada
tahun 674 M. dari sana dapat disimpulkan bahwa pada saat itu telah terjadi
proses Islamisasi. Apalagi disebutkan bahwa pada zaman Dinasti Tang telah
dikabarkan bahwa telah ada perkampungan Arab Muslim di pantai barat Sumatra
pada tahun 674 M. ketiga, Para penulis seperti Ibnu Batuta (900M), Sulaiman
(850M), dan Abu Said (950 M) menyebutkan bahwa sejak kekhalifahan Umayyah
(661-750M) dan Abbasiyah (750-1268M) hubungan dagang mereka telah samapai ke
wilayah kekuasaan Sriwijaya. Juga di saat yang sama para pedagang Sriwijaya
telah berlayar ke negara-negara Timur Tengah.
DR. taufiq Abdullah dalam makalahnya yang berjudul
beberapa Aspek Perkembangan Islam di Sumatra Selatan, menulis. “….setidaknya
sejak akhir abad ke 16 Palembang merupakan salah satu enclave Islam terpenting
atau bahkan pusat Islam di bagian selatan ‘pulau emas’ ini. Ini bukan saja
karena reputasinya sebagai pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh
pedagang Arab/Islam pada abad-abad kejayaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh
kebesaran Malaka. Ini berarti proses Islamisasi telah terjadi jauh sebelumnya…”
Salman Aly di dalam makalahnya yang berjudul
Sejarah Kesultanan Palembang, menulis. “Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan
kesultanan Palembang, agama Islam telah lama ada di kawasan ini kira-kira pada
tahun 1440 M…orang-orang Arab di masa ini terdapat sekitar 500 jiwa yang
kebanyakan tinggal di tepi Sungai Musi…”
Di masa Sultan Muhammad Mansur, terdapat seorang
ulama yaitu Sayid Jamaluddin Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin
Muhammad yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa
menyebarkan agama Islam di daerah Komering Ilir dan Komering Ulu bersama-sama
dengan ulama lainnya yaitu Sayid al-Idrus yang sekaligus merupakan nenek moyang
masyarakat dusun Adumanis.
Di pulau Jawa, menurut laporan sejarawan bahwa
Islam sampai pada abad ke 13. dokumen yang paling awal yang dianggap dapat
dipercaya bagi penyebaran Islam di tanah Jawa ialah ditemukannya batu nisan
makam fathimah binti Maimun (1082) di desa Leran, Gresik, Jawa Timur. Lihat
G.W.J. Drewes, “New Ligh on the Coming of Islam in Southeast Asia dalam Ahmad
Ibrahim et al (eds), Reading on Islam in Southeast Asia (Siangapore; Institute
of Southeast Asian Studies, 1985), h. 7 – 19. dan lihat juga, “Makam Siti
Fathimah binti Maimun; awal sejarah Gresik terlupakan”, Kompas, 10 Mei 2002, h.
D (Suplemen Jawa Timur).
Dalam buku Sejarah Tanah Jawa karangan Fruin
Mees, jilid II halaman 8, dikatakan sebagai berikut; “Sunan Kalijaga hidup pada
awal abad ke enam di Kerajaan Kadilangu, Demak. Di sana terdapat sebuah masjid
terkenal yang didirikan pada tahun 874 H (1468M). sebelum itu Demak di namakan
Bintara. Maka di pastikan di masa sebelum itu Islam telah ada di sana…”
Seluruh sejarawan menyebutkan bahwa penyebaran
Islam di pulau Jawa adalah para wali sembilan yang lebih terkenal walisongo.
Tokoh yang paling utama dan tertua dari sembilan wali adalah Maulana Magribi
atau Maulana Malik Ibrahim. Beliau datang ke pulau Jawa dan menetap di sebuah
desa yang bernama Leran, terletak di luar kota Gresik. Kota Gresik pada saat
itu merupakan kota pelabuhan perdagangan yang sering dikunjungi oleh para
pedagang dari luar negeri. Ketika sampai di Gresik Maulana Malik Ibrahim
menghadap ke Raja Majapahit untuk menyatakan maksud kedatangannya untuk
berdakwa dan sekaligus mengajaknya masuk Islam. Oleh Raja Majapahit beliau
diberi sebidang tanah di desa Gapura, Gresik sebagai tempat mengembangkan agama
Islam. Tanah itu kemudian dikenal dengan nama “tanah perdikan”. Di atas tanah
itu didirikan sebuah Masjid untuk pusat kegiatan ibadah dan dakwah.
Berdasarkan tulisan yang ditemukan pada batu
nisan Maulana Malik Ibrahim, beliau wafat pada tahun 1419 M. dalam riwayat
hidupnya, beliau berdakwa di Gresik selama 20 tahun. Jadi dapat diduga bahwa
beliau mulai menetap di Gresik pada tahun 1399 M. Tepatnya, beliau meninggal
pada tanggal 12 Rabiul awal tahun 882 H/1419 M.
Menurut Prof. DR. Hamka, Maulana Malik Ibrahim
datang dari Kasyan, Persia, dan seorang bangsa Arab keturunan Rasulullah. Hal
yang sama dibenarkan oleh Prof. DR. Hoessein Djajadiningrat, bahwa Maulana
Malik Ibrahim adalah keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad Saw. AF.
Martadji menuliskan bahwa nasab beliau adalah sebagai berikut; S. Maulana Malik
Ibrahim bin S. Zainal Alam Barakat bin S. Jamaluddin Husein bin S. Ahmad Basya
bin S. Abdullah Syahin Syah bin S. Abdul Malik bin S. Alwi bin S. Muhammad
Sahib Mirbat bin S. Ali Khali Qasam bin S.Alwi bin S. Muhammad bin S. Alwi bin
S. Abdullah Ubaidillah bin S. Ahmad Muhajir bin S. Isa bin S. Muhammad bin S.
Ali Uraidhi bin S. Ja’far Shadiq bin S. Muhammad al-Baqir bin S. Ali Zainal
Abidin bin S. Sayyidina HUsein bin S. Sayidina Ali/Siti Fathimah binti
Rasulullah Saw.
Demikian juga dengan para walisongo lainnya,
seperti Sunan Ampel atau Raden Rahmat yang pada tahun 1479 berhasil mendirikan
Masjid Agung Demak. Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di pulau Jawa
dengan Rajanya Raden Patah yang direstui oleh Sunan Ampel. Sunan Berikutnya
adalah Sunan Giri atau Sultan Abdul Faqih atau lebih dikenal dengan nama Ainul
Yaqin lahir pada 1365, yang juga masih keturunan Rasulullah. Beliau berdakwa di
daerah Blambangan. Di Kudus ada Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq, beliau dijuluki
“waliyul ilmi”. Sunan Kudus mendirikan Masjid al Manar/al-Aqsa di Kudus pada
tahun 965 H / 1549 M. Menurut Prof DR. Hamka, “Sunan Kudus adalah keturunan
Sayidina Ali bin Abi Thalib dan memakai juga nama moyangnya Ja’far Shadiq imam
ke empat menurut kepercayaan kaum Syiah dan menurut Babat Tanah Jawa. Nama
belaiu waktu kecil adalah Untung. Beliau bekerja keras menyiarkan agama Islam
berpusat di satu tempat yang diberui nama Quds (tempat suci), diambil dari nama
negeri Bait al-Muqaddas sendiri, sebab dari sana konon beliau datang…”
Demikian halnya dengan Sunan Bonang atau Maulana
Makdum Ibrahim, Sunan Drajat atau Syarifuddin Hasyim, Sunan Gunung Jati atau
Syarif Hidayatullah, Sunan kalijaga atau Muhammad said, dan Sunan Muria atau
Raden Said bin Raden Syahid. Seluruh walisongo adalah putra-putra keturunan
Nabi Muhammad Saw. Dengan perjuangan dalam dakwah mereka yang tidak mengenal
lelah maka hampir seluruh Tanah Jawa dapat di Islamkan.
Di Kalimantan kerajaan tanjungpura pada masa Raja
Sorgi yang bergelar Giri Kusuma menerima seorang ulama Islam yang bernama Syekh
Husein. Karena tertarik dengan ajarannya maka Raja segera memeluk Islam. Syekh
Husein kemudian di kawinkan dengan putri dari sepupu Raja Kusuma dengan
perjanjian bahwa jika Syekh Husein mandapatkan anak laki-laki dari perkawinan
itu dan raja Kusuma mendapatkan anak perempuan atau sebaliknya, maka mereka
akan dikawinkan, karena kepada merekalah nantinya tahta kerajaan akan diwariskan.
Syekh Husein dari pernikahan itu mendapat anak
yang diberi nama Syarif Hasan. Ketika raja Kusuma meninggal 1604 M, Syarif
Hasan diangkat menjadi raja setelah sebelumnya menikah dengan Putri Raja. Sejak
saat itu Islam berkembang dengan pesat hingga masa pemerintahan Sultan
Zainuddin II.
Di Pontianak rombongan para pendakwah Islam yang
datang dari kota Tarim, Hadramaut, diantaranya adalah habib Husein al-Gadri.
Setelah berdakwa sekitar 3 tahun di daerah Pontianak datanglah utusan dari raja
Mempawa yang bernama Opu Daeng Menambon (keturunan Raja Luwu Sulawesi Selatan
yang kawin dengan Ratu Mas Indrawati Putri Sultan Zainuddin II dari Raja
Tanjungpura) untuk menjemput Habib Husein al-Gadri. Tanggal 8 Muharram 1160 H
dengan 5 buah perahu berangkatlah ke Mempawa.
Di Mempawa Habib Husein al-Gadri sebelum Wafatnya
pada tanggal 3 Dzulhijjah 1184 H, beliau menikahkan Putranya yang bernama
Syarif Abdurrahman dengan Putri raja Mempawa Utin Cendramindi. Ketika beliau
berada di Banjar oleh Sultan Banjar diangkat menjadi Pangeran Sayid Abdurahman
Nur Alam yang kemudian menjadi Raja Pontianak dengan gelar Sri Sultan Syarif
Abdurrahman bin Habib Husein al-Gadri.
Kerajaan terbesar setelah kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit adalah kerajaan di Sulawesi adalah Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa
berdiri sekitar tahun 1300 an. Sebagai kerajaan di pesisir selat Makassar yang
merupakan salah satu lintas laut perdagangan yang paling ramai. Maka hubungan
dengan dunia luar tercipta baik dalam urusan ekonomi, sasial, politik, budaya
dan agama.
Sulaiman as-Sirafi, pengelana dan pedagang dari
pelabuhan Siraf di Teluk Persia mengatakan bahwa di Sili terdapat beberapa
orang Islam, yaitu sekurang-kurangnya pada akhir abad ke 2 Hijriah. Hal ini
sesuatu yang telah pasti dan tidak butuh pen-tahqiq-an lagi karena perdagangan
rempah-rempah dan wangi-wangian yang berasal dari kepulauan Maluku pasti
membuat pedagang-pedagang Muslimin sering berkunjung ke sana dan
ketempat-tempat yang berdekatan dengan kepulauan ini. Menurut Syaikh Syamsuddin
Abu Ubaidillah Muhammad bin Thalib ad-Dimasyqi yang terkenal dengan nama Syaikh
ar-Rabwah dalam bukunya Nukhbah ad Dhar bahwa kepulauan Sili atau Sulu adalah
Sulawesi. Lebih lanjut beliau mengatakan, “sekelompok Alawiyin telah memasuki
pulau-pulau itu di waktu mereka melarikan diri dari kejaran golongan Bani
Umayyah. Mereka lalu menetap dan berkuasa di sana sampai mati dan dikuburkan di
daerah itu …”
Islam mulai diterima secara resmi dalam struktur
kerajaan sekitar tahun 1500 an, pada masa Raja Gowa ke IX yang bernama Daeng
Mantanra Karaeng Tamapa’risika Kallonna. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya Masjid yang dibangun pertama kali di daerah Manggalekanna tahun 1538 M.
Pada masa pemerintahan Raja I Manga’rangi Daeng Manrobbia yang bergelar Sultan
Alauddin di datangkanlah 3 orang ulama yang berasal dari Sumatra, yaitu:
1. Khatib Tunggal Abdul Makmur digelar Dato’ri
Bandang dan menjadi penyebar agama di daerah Makassar
2. Khatib Sulaiman yang digelari Dato’ri
pattimang yang terutama menyebarkan Islam di daerah Kerajaan Luwu
3. Khatib Bungsu yang digelar Dato’ri Tiro
menjadi penyebar agama di daerah Bulukumba.
Kerajaan Gowa di Selatan dan Keraajaan Luwu di
Daerah Utara Sulawesi Selatan menjadi pusat penyebaran Islam sejak Islam di
jadikan sebagai agama resmi kerajaan, sehingga hampir seluruh Sulawesi Selatan
kecuali Tana Toraja memeluk agama Islam.
Raja Gowa ke 32,33 dan ke 36 memakai gelar Aidid
di belakang namanya. Mereka adalah keturunan dari Sayyid Jalaluddin bin
Muhammad Wahid al-Aidid seorang ulama dari Hadramaut yang datang dari Aceh.
Menurut cerita, pada abad ke 17 yaitu sekitar tahun 1632 M, telah datang di
desa Cikoang, di Semenanjung Laikang pesisir selatan Sulawesi Selatan, seorang
Sayid yang berasal dari Hadramaut bernama Sayid Jalaluddin bin Muhammad Wahid
al-Aidid. Di Cikoang Sayid Jalaluddin mengajarkan agama Islam kepada penduduk
setempat. Sebelum tiba di desa Cikoang, beliau terlebih dahulu menyiarkan Islam
di Kutai, Kalimantan. Di Kutai beliau kawin dengan seorang Putri bangsawan
Gowa. Dari perkawinannya tersebut kini tidak kurang dari 200 orang kepala
keluarga yang bergelar sayid. Mereka sering menyebut dirinya sebagai kelompok
Ahlulbait yang maksudnya keturunan dari nabi Muhammad Saw. Disebutkan bahwa
Syekh Yusuf al Makassari ulama terkemuka Nusantara abad ke 17 sebelum berangkat
belajar ke Timur Tengah terlebih dahulu beliau belajar kepada Sayid Jalaluddin
al-Aidid dan Sayid Ba’alawi bin Abdullah al-Allamah Al-Thahir yang hidup di
Bontoala. Setalah berdakwa sekitar 30 tahun di wilayah Makassar dan sekitarnya
Sayid Jalaluddin melanjutkan perjalanan dakwah ke Pulau Sumbawa di Nusa
Tenggara, sedangkan keluarga dan keturunannya di tinggalkan di Cikoang. (lihat,
Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, DR. Muhammad Syamsu, As,
Lentera. Dan, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Prof. Azyumardi Azra,
Mizan).
Diantara ajaran Sayid Jalaluddin yang dapat
dilihat hingga hari ini adalah Maulud Nabi Muhamamad saw yang disebut “tradisi
Maudu Lompoa”. Pada masa pemerintahan Sayid Ja’far Ash-Shadiq al Aidid menjadi
Raja Gowa, maka tradisi Maudu Lompoa di tetapkan sebagai hari besar agama yang
sangat penting sampai sekarang. Acara ini digelar selama 18 hari sejak 12
Rabiulawal sampai 30 Rabiulawal. Pelaksanaannya dilaksanakan secara langsugn
oleh “ 40 Anrongguru” yakni guru-guru makrifat yang terdiri dari para sayid
keturunan Sayid Jalaluddin al-Aidid.
Di Sulawesi Tengah penyiaran Islam di bawa oleh
ulama dari Bugis keturunan Hadramaut. Diaantaranya ialah Sayid Zen al-Idrus
serta Syarif Ali yang kawin dengan Saeran putrid bangsawan Buol, Toli-Toli.
Tahun 1666 M syarif Ali bersama dengan putranya yang bernama Syarif Mansur yang
gigih dalam berdakwa bertempur dengan Belanda. Setelah perjuangan panjang itu
berlalu Syarif Mansur berserta 40 orang pengikutnya memasuki kota Manado.
Dalam kurun waktu berikutnya seorang ulama Arab
bernama Habib Idrus bin Salim al-Jufri. Menurut cerita seorang tua bermarga
al-Hamid yang di lahirkan di daerah Makassar menyebutkan bahwa Habib Idrus
berangka ke Palu atas petunjuk gurunya di Pekalongan yaitu habib Ahmad bin
Abdullah bin Thalib al-Attas. Habib Idrus mengajarkan Islam kepada penduduk
Palu. Atas usaha tersebut dengan bantuan murid-muridnya dan masyarakat setempat
di bangunlah sebuah madrasah/pesantren yang di beri nama “al-Khaerat”. Kemudian
di resmikan sebagai Lembaga Pendidikan al-Khairat pada tanggal 30 Juni 1930
Masehi bersamaan dengan 14 Muharram 1349 Hijriah.
Di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada abad ke
18 Rajanya adalah seorang pemeluk agama Kristen, karena penjajah asing. Bernama
Yakob Manoppo. Pada zaman pemerintahan Cornelius Manoppo sejumlah ulama
keturunan Arab yang dating dari Makassar karena hubungan dan pengaruh dakwah
yang kuat akhirnya Raja Yakob Manoppo tanpa keraguan memeluk agama Islam.
Demikian di tulis Prof Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam jilid IV.
Kemudian seorang ulama keturunan Arab yaitu Sayid
Umar bin Salim bin Jindan kemudian menikah dengan putrid kerajaan Bolaang
Mongondow yang bernama Launa (saudara dari Loren Manoppo). Lalu Sayid Umar di
angkat menajdi kepala daerah di daerah Sangaji.
Di Maluku, sejak abad ke 10 dan 11 perniagaan
rempah-rempah terutama cengkeh dan pala adalah primadona. Para pedagang dari
Arab dan Persia sudah keluar masuk sambil menyampaikan penyebaran agama Islam.
Diceritakan bahwa di Ternate telah dating seorang ulama Islam yang bernama Datu
Maulana Husein. Ulama ini sangat pandai membaca al-Quran dengan suara merdu
sehingga pendduk tertarik untuk mendengarkan. Tetapi oleh Maulana Husein
memberikan syarat bahwa setiap yang ingin mendengarkan bacaan Qurannya harus
lebih dahulu mengucapkan dua kalimah syahadah, sehingga sejak saat itulah
penduduk Ternate mulai memeluk agama Islam. Raja Ternate saat itu adalah Gapi
Buta menerima Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Zainal Abidin
(1465-1486 M).
Sumber sejarah lama dan cerita rakyat secara
tradisional menyebutkan bahwa semua sultan yang memerintah di empat kerajaan
utama di maluku Utara berasal dari keturunan Nabi Muhammad saw. Jakfar Shadiq
yang sampai di Ternate pada tanggal 10 Muharram 470 Hijriah (kira-kira 1015 M)
kawin dengan Nur Safah. Dari pernikahannya dikarunia delapan orang anak empat
putra dan empat putri. Dari ke empat putranyalah yang memerintah 4 kerajaan di
daerah Maluku, yaitu; Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan. (Lihat Beberapa Segi
Sejarah Daerah Maluku, Drs. Bambang Soewondo, h. 40-42, Dept. Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta. 1978).
Secara keseluruhan daerah kepulauan Maluku
seperti Hitu, Jadi, Kepulauan Kei terjadi sejak tahun 1500 an. Sampai pada
tahun 1580 Sultan Babullah telah meluaskan kekuasaannya ke pulai-pulau
sekelilingnya, sehingga dari Pulau Mindanau ( Pilipina) hingga Pulau Sumbawa,
serta dari Irian hingga ke Sulawesi Tenggara.
Di Bali tidak ada keterangan yang pasti kapan
Islam sampai. Akan tetapi ada beberapa petunjuk yang dapat dijadikan dasar
Islam sampai ke pulau Dewata itu. Antara lain :
1. Dalam sejarah Sulawesi diterangkan bahwa Islam
saat itu dijadikan agama resmi Kerajaan Gowa sehingga daerah-daerah yang di
kuasainya, termasuk bali pasti disampaikan tentang Islam
2. Sejak Makassar berselisih dengan Kompeni
belanda, pertempuran terjadi pada tahun 1653-1655 M. ini mengakibatkan banyak
banyak nelayan Bugis pindah ke Bali, pasukan Gowa juga banyak yang mampir ke
Bali.
3. Pada tahun 1690 M terjadi pertempuran antara
penguasa ban Bukit di Singaraja yang bernama I Gusti Ngura Panji Sakti melawan
pasukan Jembrana di bawah pimpinan Aryo Pancoran. Dalam pertempuran itu Aryo
Pancoran menggunakan meriam Bugis
4. Pada tahun 1715 M, I Gusti Agung Alit Tekung
yang menjadi penguasa di Jembrana banyak bekerjasama dengan umat Islam Bugis
seperti Daeng Ma’rema dan daeng Kudadempet, keduanya adalah ahli silat yang
dianggap sakti dan menjadi guru silat di Jembrana.
Dari sejumlah alasan tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa Islam pada periode tersebut sudah sampai ke sana.
Pada abad ke XVII telah datang ke Bali dua orang
ulama Arab, yaitu Sayid Muhammad Alaydrus. Oleh Raja Bali saat itu yaitu Ratu
Dewa Agung Putera Susuhunan Raja yang menjadi penguasa Bali dan Lombok. Beliau
di angkat menjadi penasehat Raja, betapapun Raja beragama Hindu tetapi sayid
Muhammad Alaydrus tetap dapat bekerjasama dan dapat menyiarkan agama Islam.
Yang ke dua adalah Sayid Ali bin Abu Bakar al-Hamid. Oleh Raja Kalungkung Bali
diangkat menjadi Sekretaris Raja untuk urusan perdagangan dengan Bugis dan
Makassar. Dengan tugas ini Sayid Ali dapat menyebarkan dakwah Islam.
Pada tahun 1719 M dari Pontianak sekelompok
pasukan mendarat di Pantai Air Kuning yang sekarang di sebut Yeh Kuning di
bawah pimpinan Syarif Abdurrahman al-Gadri. Bersamaan dengan itu datang pula
ulama yang bernama Syarif Abdullah bin Yahya Maulana al-Gadri. Mereka membangun
Masjid di Air Kuning yang sampai sekarang masih berdiri. Inilah peninggalan arkeologi
tertua tentang Islam di Bali sekalipun bentuknya telah berubah karena
pemugaran.
C. Kesimpulan
Secara umum dapat disebutkan bahwa para pembawa
agama Islam pertama kali ke wilayah Nusantara-Indonesia adalah para pedagang
dan Muballigh dari Arab, Persia dan India. Mereka mengunjungi daerah-daerah
pesisir nusantara yang berhubungan langsung dengan bandar-bandar perdagangan
internasional. Aceh dengan kerajaan Perlak dan Pasai telah menjadi penyangga
penyebaran Islam yang utama ke wilayah lainnya di Nusantara. Sebab ditemukan
laporan bahwa hampir seluruh ulama yang menyebarkan Islam ke daerah lain adalah
berasal atau paling tidak berguru ke kepada ulama yang ada di kedua kerajaan
tersebut.
Setidaknya hingga pertengahan abad ke 15, umat
Islam bukan saja telah menyebar luas keseluruh kepuluan Indonesia, bahkan
secara sosial telah muncul menjadi agen perubahan sejarah yang penting. DR.
Kuntowijoyo menyebutkan bahwa daya pikat utama agama baru ini adalah pada
gagasan persamaannya, sebuah gagasan yang sangat menarik bagi kelas saudagar
yang sedang tumbuh, dan yang tidak ditemukan dalam konsep stratifikasi sosial
Hindu. Islam dengan demikian menyediakan “cetak biru untuk organisasi
politico-ekonomi”, dan dengan ini sedang dipersiapkan jalan bagi terjadinya
proses-proses perubahan struktural baru dari system agraris-patrimonial kearah
persamaan dan pertumbuhan ekonomi atau “kapitalisme-politik”.
Dari cetak biru politico-ekonomi inilah, Islam
menyentuh kalangan menengah pedagang pribumi memeluk agama Islam untuk berpartisipasi
dalam komunitas moral perdagangan Muslim Internasional. Melalui Malaka yang
sejak ahir abad ke 14 telah berkembang menjadi “entrepot-state” (Negara
penyalur perdagangan lintas laut).
Dengan demikian hubungan perdagangan antar pulau
di wilayah Nusantara semakin terbuka. Dan itu berarti memperluas jangkauan
dakwah dan penyebaran Agama Islam. Para ulama – yang nota bene adalah para
Sayid keturunan Rasulullah – yang sebagiannya menjadi Sultan atau paling tidak
menjadi anggota keluarga kerajaan karena perkawinan dengan kerabat para raja
menajdi leluasa dalam menyebarkan Islam. Hal inilah yang mempercepat proses
islamisasi di wilayah kepulauan Nusantara-Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed) Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, ( Jakarta: LP3ES, 1989, Cetakan Pertama).
Abdullah, Taufik (ed), Sejarah Umat Islam Indonesia,
(Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991).
____, Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia, (Jakarta:LP3ES, 1987).
Ahmad, Zainal Abiadin, Riwayat Hidup Ibnu Rusyd, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975).
Ali,A.Mukti dkk (ed) Ensiklopedi Islam di Indonesia,
(Jakarta: Dapatermen Agama RI, 1988).
Ali, Syed Amir, Api Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978).
____, A Short History of the Saracens, (New Delhi, Kitap
Bhavan, 1981).
Amin, Ahmad, Dhuha al- islam, Jilid I, (Khairo:Lajnah
al-Ta’lif wa al-Nasyr, Tampa Tahun).
____, Islam dari Masa ke Masa, (Bandung:CV Rusyda, 1987).