Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

Selasa, 24 November 2015

Mengenal Khalifah Umar bin Abdul Aziz




  1. Biografi Umar Bin Abdul Aziz[1]
Nama lengkapnya adalah Umar bin Abdul  Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abil Ash. Panggilannya adalah Abu Hafsh dan julukannya adalah seorang khalifah yang shaleh, raja yang adil dan khalifah yang kelima dari Khulafaur Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk).
Lahir di Helwan Negara Mesir pada tahun 61 H. ketika lahir bapaknya sedang menjabat gubernur di Mesir. Nama ibunya adalah Laila Binti Ashim Bin Umar Bin Khaththab. Badannya kurus, kedua matanya cekung, orangnya ramah dan parasnya sangat tampan. Dia adalah seorang ahli fikih dari golongan sahabat. Umar bin Abdul Aziz adalah gubernur Madinah pada masa khalifah bin Abdul Malik dan wakilnya adalah Sulaiman bin Abdul Malik di Syam.
Dia belajar ilmu agama dari para ulama Quraisy, berakhlak seperti mereka dan hal ini menjadikan dirinya sangat terkenal. Setelah kematian ayahnya, pamannya yaitu Abdul Malik mengambilnya untuk hidup bersama anak-anaknya. Selain itu Abdul Malik juga menawarkan kepadanya untuk menikahi salah satu dari puteri-puterinya dan dia menikah dengan puterinya yang bernama Fathimah.
Dia dibai’at sebagai khalifah pada tahun 99 H, setelah kematian putera pamannya yaitu Sulaiman bin Abdul Malik. Dia adalah khalifah yang ke VIII Bani Umayyah.
Dia adalah orang yang sangat berkecukupan. Setelah menjadi khalifah dia meninggalkan semua harta kesenangannya. Dia menjadi sangat sederhana sekali dalam hal makanan dan pakaian. Ketika sampai di rumah, dari pemakaman Sulaiman dan dibai’atinya menjadi khalifah dia kelihatan sangat sedih sekali. Salah seorang budaknya bertanya kepadanya, dia menjawab, “Orang seperti saya harus merasa sedih. Saya harus memberikan hak kepada semua rakyat tanpa dia harus nenulis surat dan menuntut kepadaku.”
Setelah diangkat resmi menjadi khalifah, dia berpidato di hadapan manusia, “Wahai para manusia, sesungguhnya tidak ada lagi kitab suci setelah al-Qur’an, tidak ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Tugas saya adalah bukan mewajibkan, tetapi sebagai pelaksana. Seorang yang melarikan diri dari seorang imam yang zhalim, dia tidak salah. Ketahuilah, ketaatan pada makhluk itu tidak dibolehkan, apabila sampai melanggar Sang Khaliq.
Begitu dia resmi menjadi khalifah, dia mengumpulkan para ahli fikih yang ada di Madinah. [2]Umar bin Abdul Aziz minta kepada mereka untuk menulis suatu kezhaliman yang mereka lihat atau merampas hak orang lain.
  1. Latar Belakang Diangkatnya Umar Bin Abdul Aziz Menjadi Khalifah[3]
Pemerintahan Bani Umayyah pada masa Al-Walid dan Sulaiman mengarah kepada penggemblengan agama dan pelaksanaan ajaran Islam. Akan tetapi corak ini tidak bisa berkembang cepat. Walaupun corak tersebut selalu mengalami peningkatan, perkembangannya baru menuai sepeninggal Sulaiman Bin Abdul Malik, dan semakin tampak jelas pada masa setalahnya yaitu Umar Bin Abdul Aziz.
Sulaiman sangat tahu watak Umar dan apa yang dipunyainya berupa ilmu, kewibawaan kebijaksanaan dan keahlian politik. Sesaat sebelum ajal Sulaiman, anaknya belum bisa dijadikan putra mahkota, ia berada jauh pada peperangan Konstantinopel, lalu seorang alim penuh takwa yang bernama Raja’ Bin Haiwah memberi syarat untuk mewariskan kekuasaan kepada seseorang yang shalih. Artinya mewariskan kekuasaan Islam kepada Umar Bin Abdul Aziz.
Sulaiman menyetujui usulan ini dan mau melaksanakannya. Keluarga Bani Umayyah rela dengan menjadikan Yazid Bin Abdul Malik sebagai khalifah setelah Umar. Ini karena keluarga tersebut masih ingin kekuasaan dipegang oleh keturunan Abdul Malik, maka mereka menjadikan kekuasaan di tangannya.
  1. Akhlak, Ibadah, Dan Gambaran Kehidupan Beliau
[4]Dia adalah orang yang sangat berkecukupan. Setelah menjadi khalifah dia meninggalkan semua harta kesenangannya. Dia menjadi sangat sederhana sekali dalam hal makanan dan pakaian. Meskipun telah diangkat menjadi khalifah ia tidak pernah sombong. [5]Ketakwaannya semakin bertambah, bahkan sampai pada derajat yang belum pernah dilakukannya sebelum menjabat sebagai khalifah. Setelah menjadi khalifah, ia bersikap adil, ikhlas, dan penuh etika. Sedangkan sebelumnya, ia telah menjadi orang salih, tapi tidak berbeda dengan kalangan bertakwa lain.
Sebagai seorang khalifah ia tahu bahwa dalam politik pasti ditemukan perselisihan atau pertikaian kecuali jika seorang khalifah menjadi teladan dengan keadilan dan kebijaksanaannya serta melepaskan diri dari segala sifat egois. Ia paham bahwa ia harus pandai beretorika dan sempurna dalam beberapa hal, maka ia bertekad akan bersikap keras terhadap dirinya.
Ia berfikir bahwa hal yang paling baik dilaksanakan bagi dirinya adalah ia harus mengubah sikap dan kehidupannya. Ini dilakukan untuk dapat mengadakan reformasi bagi pemerintahan Umayyah. Sebelumnya Umar merupakan pemuda Quraisy yang disegani dengan baju kebesarannya, penampilan dan kekuasaannya. Ia unggul dari pemuda-pemuda lain dari sudut pakaian dan penampilan. Akan tetapi apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia membuang semua baju kebesaran.
Ia sekarang berpenampilan sederhana bahkan sangat sederahana. Setelah sebelumnya ia memakai baju yang sangat mewah (diriwayatkan bahwa ia memakai baju yang sangat panjang sehingga menyusur tanah dan setiap hari ia berganti baju). Tapi sekarang ia memakai baju ala kadarnya, ia tidak menggantinya kecuali kalau sudah kotor. Bahkan kadang ia lupa bahwa baju tersebut telah kotor sehingga ia tetap memakainya. Ia menjadi  pemuda yang qana’ah. Umar bin Abdul aziz tahu bahwa ia harus memulai dari dirinya sendiri untuk member teladan bagi rakyatnya.
Subhanallah betapa banyak teladan yang dapat kita ambil dari sosok Umar  Bin Abdul Aziz, semoga kita bisa banyak mengambil hikmah dari tulisan ini.
  1. Bukti Nyata Pembaruan yang Dilakukan Umar bin Abdul Aziz[6]
Jika kita memperhatikan ucapan-ucapan para ulama, ahli sejarah dan orang-orang yang memiliki perhatian terhadapa gerakan pembaharuan, maka kita akan mendapatkkan sebuah kesepakatan bulat yang menetapkan bahwa khalifah rasyid Umar bin Abdul Aziz merupakan mujaddid pertama dalam Islam. Lihat Aun al-Ma’bud, al-Azhim al-Abadi, 11/393 dan Jami’ al-Ushul, 11/322). Orang pertama yang menyatakan demikian adalah Imam Muhammad bin Syihab az-Zuhri kemudian diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal, beliau berkata dalam hadits diriwayatkan:
“Sesungguhnya Allah membangkitkan di penghujung setiap abad seseorang yang membenarkan agama umat ini”.
Kami melihat di abad pertama, ternyata mujaddid (pembaharu) itu adalah Umar bin Abdul Aziz. Lihat Sirah wa Manawib Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Jauzi, hlm. 74.

Setelah itu para ulama silih berganti menetapkan Umar bin Abdul Aziz sebagai mujaddid pertama. Sebagian ahli ilmu menyatakan bahwa dialah yang dimaksud Rasulullah saw;
“Sesungguhnya Allah membangkitkan di penghujung setiap abad seorang yang memperbarui agama ymat ini”. Lihat al-Mujaddidun fi al-islam, ash-Shaidi, hlm. 57 dan Mujaz Tarikh Tadjid ad-Din, al-Maududi, hlm. 63
  1. Di antara Perbaikan-perbaikan Umar bin Abdul Aziz dan Pembaruan yang dilakukannya
v  Syura (Musyawarah)
Telah kita baca sebelumnya Umar bin abdul Aziz dalam pertemuan pertamanya dengan rakyat setelah dia dipilih menjadikhalifah, memuji dan menyanjung allah, dia berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya aku telah diuji dengan perkara ini tanpa aku dimintai pendapat sebelumnya, tanpa aku memintanya dan tanpa musyawarah dari kaum Muslimin. Sesungguhnya  aku telah meninggalkan bai’at kepada diriku yang ada dipundak kalian, maka pilihlah pemimpin untuk diri kalian”. Lalu orang-orang berteriak kompak, “Kami telah memilihmu awahai amirul mukminin, kami rela kepadamu, peganglah perkara ini dengan kebaikan dan keberkahan”.( Lihat Sirah wa Manaqib, Ibnul Jauzi, hlm. 65).
 Dengan itu Umar telah melakukan kiprah pembaruan pertamanya, di mana beliau membebaskan rakyat dari kerajaan yang otoriter, tidak memaksa mereka untuk menerima siapa yang tidak mereka pilih, akan tetapi Umar mengembalikan perkara ini kepada mereka dan menjadikannya sebagai tema musyawarah mereka. (Lihat at-Tajdid fi al-Fikr al-islami, Dr. Adnan Muhammad, hlm. 79.

v  Amanah dalam Memimpin dan Menyerahkan Tugas-tugas Negara kepada Orang-orang yang Amanah
      Umar meminta para gubernurnya agar memilih orang-orang yang kapabel dan agamis untuk diserahi tugas mengurusi perkara kaum Muslimin. Umar menulis kepada salah seorang gubernurnya, “Jangan menyerahkan sedikit pun urusan kaum Muslimin kecuali kepada orang yang sudah dikenal tulus kepada mereka, bekerja keras bagi mereka dan menunaikan amanat dalam tugas yang diserahkan kepadanya”. (Lihat Tarikh ath-Thabari dinukil dari at-Tajdid fi al-Islami, hlm. 81).


v  Keadilan
Umar menulis kepada gubernur Khurasan, al-Jarrah bin Abdullah al-Hakami, “Wahai Ibnu Ummi Jarrah, jangan mencambuk seorang Mukmin atau orang kafir yang mendapat jaminan cemeti kecuali karena alasan yang benar. Berhati-hatilah menerapkan qhisash karena kamu akan menghadap kepada Allah yang mengetahui kedipan mata dan apa yang tersimpan di dalam dada dan kamu sendiri akan membaca sebuah buku catatan amal yang tidak membiarkan yang kecil dan yang besar kecuali ia mencatatnya”. (Tarikh ath-Thabari, 7/464).
v  Umar Menghidupkan Dasar Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Khilafah mulai mundur dari tujuan ditegakkannya yaitu menjaga agama. Maka Umar menghidupkan dasar ini kembali, menjunjung panjinya, meninggikan kedudukannya, menjadikannya sebagai  barometer dan mendahulukannya di atas selainnya. Umar tidak akan berhasil mewujudkan proyek-proyek dan kiprah-kiprahnya kecuali bertitik tolak dari ketekutannya yang mendalam kepada Allah dan pencariannya terhadap ridha Allah dalam segala apa yang dilakukan. Dalam hal ini beliau didukung oleh kapasitas dirinya sebagai ulama tabi’in dan imam ahli ijtihad. (At-Tajdid fi al-Fikr al-Islami, hlm. 85).
Sehingga Amr bin Maimun berkata, “Para ulama di depan Umar bin Abdul Aziz adalah murid”. (Syiar A’lam an-Nubala’, 5/518). Agamanya yang lurus dan akidahnya yang shahih mempunyai pengaruh yang dalam kiprah tajdidnya dan perbaikan (reformasi) nya. Umar memeprangi hawa nafsu dan bid’ah, mengingkari orang-orang yang mengusungnya dengan sangat keras. (At-Tajdid fi al-Fikr al-Islami, hlm. 86).




  1. Kiprah Umar Bin Abdul Aziz Dalam Memperbaiki Kondisi Kaum Muslimin
a.      Di Bidang Politik dan Kenegaraan
v  Umar Bi Abdul Aziz meminta Bani Umayyah untuk mengembalikan harta mazhalim.[7]
v  Ia mengutus semua pemberian yang dulu diberikan kepada Bani Umayyah dari Baitul Mal, dan memberikan hak yang sama kepada orang lain.
v  Malah ia juga memberikan pemberian kepada orang-orang non Arab yang telah masuk Islam dan ikut berjihad di dalamnya.
v  Ia memimpin menjadi hakim dalam kasus pengadilan akan kelaliman.
v  Umar Bin Abdul Aziz berkorespodensi dengan para raja dan amir [8]berbagai negeri di eranya guna mengajak meraka masuk Islam.
v  Ia mengirimkan surat kepada para amir Tranxosiana dan para raja Sindh untuk mengajak meraka masuk Islam dan patuh.
b.      Di Bidang Sosial
v  Ia sangat memperhatikan orang-orang yang dipenjara, ia memperbaiki keadaannya, memisahkan antara penjara laki-laki dengan penjara perempuan, memberikan makanan dan kebutuhan mereka.
v  Ia juga menyediakan penginapan di setiap daerah-daerah Islam supaya para musafir dapat menginap sehari dua hari di tempat tersebut.
v  Ia sangat memperhatikan para budak dan memperlakukan mereka sesuai dengan yang dikehendaki Islam, ia membebaskan mereka dari berbagai macam pajak yang dulu mereka berikan.
c.       Perbaikan Di Bidang Moneter[9]
v  Mengolah tanah-tanah yang berpajak
v  Melapaskan jizyah orang-orang yang masuk Islam
v  Mengelola tanah garapan
v  Mengukuhkan pemukiman para pembuka daerah di Andaluisa
  1. Pandanagan Umum Perbaikan Moneter Umar bin Abdul Aziz[10]
Sebagian orientalis menganggap bahwa siasat moneter Umar bin Abdul Aziz telah memiskinkan Baitul Mal dan memperburuk keadaan, dan hal itu bertentangan dengan kepantingan negara Umawiyah apakah ini benar?
Sesungguhnya siasat Umar bin abdul Aziz adalah siasat Islam, dengan berpegang teguh kepadanya tanpa melampaui batas, in adalah siasat keadilan sosial. Keadilan sosial yang ia tunjukkan adalah dengan melarang eksploitasi kekayaan, dan kecintaannya terhadap Islam membuka pintu Islam terhadap lawan-lawannya, walaupun dengan dana yang sedikit, keadilannya telah membiarkan orang-orang untuk pergi dan tinggal di manapun berada, walaupun mempengaruhi produksi pertanian dan investasi tanah.
Tujuan Baitul Mal adalah membagikan simpanannya untuk kepentingan masyarakat. Pada masa sahabat, Baitul Mal pernah kosong, bahkan Umar membagikannya sebelum akhir tahun. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi Baitul Mal adalah untuk membagikan dan tidak menyimpan. Akan tetapi pada masa pemerintahan Bani Umayyah sebelum Umar bin Abdul Aziz, Baitul Mal tidak boleh kosong, karena khalifah sangat membutuhkan dana untuk melakukan pembukaan daerah, untuk melunakkan hati orang dan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan sekarang Umar bin Abdul Aziz telah menghentikan pembukaan daerah sehingga pengeluaran dapat dikurangi.
Islam tidak menyuruh manusia untuk mengumpulkan harta benda dan menimbun nya. Bahkan yang ada sebaliknya, yaitu emas dan perak itu harus dinfakkan di jalan Allah. Dan dilarang untuk ditimbun. Sudah diketahui sekarang bahwa kemajuan dan kesejaheraan negara adalah dengan jalan berinfak, sedangkan menimbun adalah memiskinkan masyarakat dan melemahkan kemampuan ekonominya. Memang benar ada dua jalan untuk berinfak:
v  Pertama, pemborosan orang-orang kaya, mereka menginfakkan hartanya ke kanan dan ke kiri dengan berfoya-foya.
v  Kedua, infak membangun yang bertujuan untuk membangun berbagai proyek dan amal shaleh dan untuk disajikan kekpada masyarakat.
Infak yang kedua ini tidak membiarkan harta terpusat pada beberapa tangan saja akan tetapi digunakan untuk membangun yang baru sehingga nampak kemajuan dan pembangunan, dan hal ini tercapai pada masa Umar bin Abdul Aziz. Sebagai rangkuman kata bahwa siasat Umar bin Abdul Aziz adalah bukan untuk mengumpulkan harta tetapi untuk pembangunan dan kemajuan. Siasatnya adalah memperkaya orang-orang fakir dan memangkas sifat foya-foya daripada orang kaya, dan menegakkan kebenaran dalam segala hal.
Sedangkan bantahan dari sebagian orientalis yang menyatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah sosok yang merobohkan bangunan negara Umawiyah dalam siasatnya. Ia sangat bersikap
 Lunak terhadap musuh-musuh negara dan lawan-lawannya, sehingga mereka bisa berpengaruh di negara Umawiyah. Mereka juga mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz telah merusak dasar-dasar negara Umawiyah. Semua itu adalah bantahan yang tidak ada asalnya.
  1. Wafatnya Umar Bin Abdul Aziz[11]
Hidup khalifah yang bijak ini tidak berlangsung lama. Tangan kematian sudah menjemputnya sebelum ia melampaui usia empat puluh tahun. Tampaknya, Umar Bin Abdul Aziz terlalu memorsir tenaganya untuk mengerjakan urusan negara, serta tidak memperhatikan makan dan minumnya. Tentulah itu berdampak negatif terhadap kesehatannya. Tak pelak lagi, fisiknya tidak mampu menahan beban kerja itu. Ia pun mengahadap Tuhannya dengan penuh ketenangan dan diridhai rakyatnya. Negara-negara tetangga merasa sangat kehilangan dirinya.
Umar Bin Abdul Aziz wafat pada tanggal 25 Rajab 101 H di Deir Sam’an yang termasuk wilayah provinsi Homs, dengan meninggalkan empat belas orang putra. Ia digantikan saudara sepupunya, Yazid Bin Abdul Malik (Yazid II), sebagai khalifah.
  1. Referensi
v  Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, hlm.
v  Al-Isy Yusuf, Dinasti Umawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
v  Lathif Abusissyafi Muhammad Abdul, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.
v  Ash-Shalabi Ali Muhammad, Perjalanan Hidup Khalifah yang Agung Umar bin Abdul Aziz Ulama dan Pemimpin yang Adil, Jakarta: Darul Haq, 2010.



[1] Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, hlm. 398.
[2] Mereka adalah Urwah ibn Zubair ibn Awwam, Ubaidillah ibn Atabah, Abu Bakar ibn Abdurrahman, Sulaiman ibn Yasar, Qasim ibn Muhammad Salim ibn Abdullah, Abdullah ibn Amir, Kharijah ibn Zaid, Abu Bakar ibn Sulaiman dan Abudllah ibn Abdullah ibn Umar ibn Khaththab.
[3]Yusuf Al-Isy, Dinasti Umawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, hlm.317.
[4] Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
[5] Yusuf Al-Isy, Dinasti Umawiyah, hlm.319.
[6] Ali Muhammad ash-Shalabi, Perjalanan Hidup Khalifah yang Agung Umar bin Abdul Aziz Ulama dan Pemimpin yang Adil, Jakarta: Darul Haq, 2010, hlm 141.
[7] Mazhzhalim adalah harta atau hak yang diambil dari jalan yang tidak benar.
[8] Abusissyafi Muhammad Abdul Lathif, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014, hlm.226.
[9] Yusuf Al-Isy, Dinasti Umawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
[10] Yusuf al-‘Isy, Dinasti Umawiyah, hlm 335-337.
[11] Abusissyafi Muhammad Abdul Lathif, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah, hlm.228.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar