- Biografi Umar Bin Abdul Aziz[1]
Nama
lengkapnya adalah Umar bin Abdul Aziz
bin Marwan bin Hakam bin Abil Ash. Panggilannya adalah Abu Hafsh dan julukannya
adalah seorang khalifah yang shaleh, raja yang adil dan khalifah yang kelima
dari Khulafaur Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk).
Lahir
di Helwan Negara Mesir pada tahun 61 H. ketika lahir bapaknya sedang menjabat gubernur
di Mesir. Nama ibunya adalah Laila Binti Ashim Bin Umar Bin Khaththab. Badannya
kurus, kedua matanya cekung, orangnya ramah dan parasnya sangat tampan. Dia
adalah seorang ahli fikih dari golongan sahabat. Umar bin Abdul Aziz adalah
gubernur Madinah pada masa khalifah bin Abdul Malik dan wakilnya adalah
Sulaiman bin Abdul Malik di Syam.
Dia
belajar ilmu agama dari para ulama Quraisy, berakhlak seperti mereka dan hal
ini menjadikan dirinya sangat terkenal. Setelah kematian ayahnya, pamannya
yaitu Abdul Malik mengambilnya untuk hidup bersama anak-anaknya. Selain itu
Abdul Malik juga menawarkan kepadanya untuk menikahi salah satu dari
puteri-puterinya dan dia menikah dengan puterinya yang bernama Fathimah.
Dia
dibai’at sebagai khalifah pada tahun 99 H, setelah kematian putera pamannya
yaitu Sulaiman bin Abdul Malik. Dia adalah khalifah yang ke VIII Bani Umayyah.
Dia
adalah orang yang sangat berkecukupan. Setelah menjadi khalifah dia
meninggalkan semua harta kesenangannya. Dia menjadi sangat sederhana sekali
dalam hal makanan dan pakaian. Ketika sampai di rumah, dari pemakaman Sulaiman
dan dibai’atinya menjadi khalifah dia kelihatan sangat sedih sekali.
Salah seorang budaknya bertanya kepadanya, dia menjawab, “Orang seperti saya
harus merasa sedih. Saya harus memberikan hak kepada semua rakyat tanpa dia
harus nenulis surat dan menuntut kepadaku.”
Setelah
diangkat resmi menjadi khalifah, dia berpidato di hadapan manusia, “Wahai para
manusia, sesungguhnya tidak ada lagi kitab suci setelah al-Qur’an, tidak ada
lagi Nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Tugas saya adalah bukan mewajibkan, tetapi
sebagai pelaksana. Seorang yang melarikan diri dari seorang imam yang zhalim,
dia tidak salah. Ketahuilah, ketaatan pada makhluk itu tidak dibolehkan,
apabila sampai melanggar Sang Khaliq.
Begitu
dia resmi menjadi khalifah, dia mengumpulkan para ahli fikih yang ada di
Madinah. [2]Umar
bin Abdul Aziz minta kepada mereka untuk menulis suatu kezhaliman yang mereka
lihat atau merampas hak orang lain.
- Latar Belakang Diangkatnya Umar Bin Abdul Aziz Menjadi Khalifah[3]
Pemerintahan
Bani Umayyah pada masa Al-Walid dan Sulaiman mengarah kepada penggemblengan
agama dan pelaksanaan ajaran Islam. Akan tetapi corak ini tidak bisa berkembang
cepat. Walaupun corak tersebut selalu mengalami peningkatan, perkembangannya
baru menuai sepeninggal Sulaiman Bin Abdul Malik, dan semakin tampak jelas pada
masa setalahnya yaitu Umar Bin Abdul Aziz.
Sulaiman
sangat tahu watak Umar dan apa yang dipunyainya berupa ilmu, kewibawaan
kebijaksanaan dan keahlian politik. Sesaat sebelum ajal Sulaiman, anaknya belum
bisa dijadikan putra mahkota, ia berada jauh pada peperangan Konstantinopel,
lalu seorang alim penuh takwa yang bernama Raja’ Bin Haiwah memberi syarat
untuk mewariskan kekuasaan kepada seseorang yang shalih. Artinya mewariskan
kekuasaan Islam kepada Umar Bin Abdul Aziz.
Sulaiman
menyetujui usulan ini dan mau melaksanakannya. Keluarga Bani Umayyah rela
dengan menjadikan Yazid Bin Abdul Malik sebagai khalifah setelah Umar. Ini
karena keluarga tersebut masih ingin kekuasaan dipegang oleh keturunan Abdul
Malik, maka mereka menjadikan kekuasaan di tangannya.
- Akhlak, Ibadah, Dan Gambaran Kehidupan Beliau
[4]Dia
adalah orang yang sangat berkecukupan. Setelah menjadi khalifah dia
meninggalkan semua harta kesenangannya. Dia menjadi sangat sederhana sekali
dalam hal makanan dan pakaian. Meskipun telah diangkat menjadi khalifah ia
tidak pernah sombong. [5]Ketakwaannya
semakin bertambah, bahkan sampai pada derajat yang belum pernah dilakukannya
sebelum menjabat sebagai khalifah. Setelah menjadi khalifah, ia bersikap adil,
ikhlas, dan penuh etika. Sedangkan sebelumnya, ia telah menjadi orang salih,
tapi tidak berbeda dengan kalangan bertakwa lain.
Sebagai
seorang khalifah ia tahu bahwa dalam politik pasti ditemukan perselisihan atau
pertikaian kecuali jika seorang khalifah menjadi teladan dengan keadilan dan
kebijaksanaannya serta melepaskan diri dari segala sifat egois. Ia paham bahwa
ia harus pandai beretorika dan sempurna dalam beberapa hal, maka ia bertekad
akan bersikap keras terhadap dirinya.
Ia
berfikir bahwa hal yang paling baik dilaksanakan bagi dirinya adalah ia harus
mengubah sikap dan kehidupannya. Ini dilakukan untuk dapat mengadakan reformasi
bagi pemerintahan Umayyah. Sebelumnya Umar merupakan pemuda Quraisy yang
disegani dengan baju kebesarannya, penampilan dan kekuasaannya. Ia unggul dari
pemuda-pemuda lain dari sudut pakaian dan penampilan. Akan tetapi apa yang
harus dilakukannya sekarang? Ia membuang semua baju kebesaran.
Ia
sekarang berpenampilan sederhana bahkan sangat sederahana. Setelah sebelumnya
ia memakai baju yang sangat mewah (diriwayatkan bahwa ia memakai baju yang
sangat panjang sehingga menyusur tanah dan setiap hari ia berganti baju). Tapi
sekarang ia memakai baju ala kadarnya, ia tidak menggantinya kecuali kalau
sudah kotor. Bahkan kadang ia lupa bahwa baju tersebut telah kotor sehingga ia
tetap memakainya. Ia menjadi pemuda yang
qana’ah. Umar bin Abdul aziz tahu bahwa ia harus memulai dari dirinya sendiri
untuk member teladan bagi rakyatnya.
Subhanallah
betapa banyak teladan yang dapat kita ambil dari sosok Umar Bin Abdul Aziz, semoga kita bisa banyak
mengambil hikmah dari tulisan ini.
- Bukti Nyata Pembaruan yang Dilakukan Umar bin Abdul Aziz[6]
Jika kita memperhatikan ucapan-ucapan
para ulama, ahli sejarah dan orang-orang yang memiliki perhatian terhadapa
gerakan pembaharuan, maka kita akan mendapatkkan sebuah kesepakatan bulat yang
menetapkan bahwa khalifah rasyid Umar bin Abdul Aziz merupakan mujaddid pertama
dalam Islam. Lihat Aun al-Ma’bud, al-Azhim al-Abadi, 11/393 dan Jami’ al-Ushul,
11/322). Orang pertama yang menyatakan demikian adalah Imam Muhammad bin Syihab
az-Zuhri kemudian diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal, beliau berkata dalam
hadits diriwayatkan:
“Sesungguhnya Allah membangkitkan
di penghujung setiap abad seseorang yang membenarkan agama umat ini”.
Kami
melihat di abad pertama, ternyata mujaddid (pembaharu) itu adalah Umar bin Abdul
Aziz. Lihat Sirah wa Manawib Umar bin Abdul Aziz, Ibnu
Jauzi, hlm. 74.
Setelah
itu para ulama silih berganti menetapkan Umar bin Abdul Aziz sebagai mujaddid
pertama. Sebagian ahli ilmu menyatakan bahwa dialah yang dimaksud Rasulullah
saw;
“Sesungguhnya Allah membangkitkan
di penghujung setiap abad seorang yang memperbarui agama ymat ini”.
Lihat al-Mujaddidun fi al-islam, ash-Shaidi, hlm. 57 dan Mujaz Tarikh Tadjid ad-Din, al-Maududi, hlm. 63
- Di antara Perbaikan-perbaikan Umar bin Abdul Aziz dan Pembaruan yang dilakukannya
v Syura
(Musyawarah)
Telah kita baca sebelumnya Umar
bin abdul Aziz dalam pertemuan pertamanya dengan rakyat setelah dia dipilih
menjadikhalifah, memuji dan menyanjung allah, dia berkata, “Wahai manusia,
sesungguhnya aku telah diuji dengan perkara ini tanpa aku dimintai pendapat
sebelumnya, tanpa aku memintanya dan tanpa musyawarah dari kaum Muslimin.
Sesungguhnya aku telah meninggalkan
bai’at kepada diriku yang ada dipundak kalian, maka pilihlah pemimpin untuk
diri kalian”. Lalu orang-orang berteriak kompak, “Kami telah memilihmu awahai
amirul mukminin, kami rela kepadamu, peganglah perkara ini dengan kebaikan dan
keberkahan”.( Lihat Sirah wa Manaqib, Ibnul Jauzi, hlm. 65).
Dengan itu Umar telah melakukan kiprah
pembaruan pertamanya, di mana beliau membebaskan rakyat dari kerajaan yang
otoriter, tidak memaksa mereka untuk menerima siapa yang tidak mereka pilih,
akan tetapi Umar mengembalikan perkara ini kepada mereka dan menjadikannya
sebagai tema musyawarah mereka. (Lihat
at-Tajdid fi al-Fikr al-islami, Dr.
Adnan Muhammad, hlm. 79.
v Amanah
dalam Memimpin dan Menyerahkan Tugas-tugas Negara kepada Orang-orang yang
Amanah
Umar meminta para gubernurnya agar memilih
orang-orang yang kapabel dan agamis untuk diserahi tugas mengurusi perkara kaum
Muslimin. Umar menulis kepada salah seorang gubernurnya, “Jangan menyerahkan
sedikit pun urusan kaum Muslimin kecuali kepada orang yang sudah dikenal tulus
kepada mereka, bekerja keras bagi mereka dan menunaikan amanat dalam tugas yang
diserahkan kepadanya”. (Lihat Tarikh
ath-Thabari dinukil dari at-Tajdid fi
al-Islami, hlm. 81).
v Keadilan
Umar
menulis kepada gubernur Khurasan, al-Jarrah bin Abdullah al-Hakami, “Wahai Ibnu
Ummi Jarrah, jangan mencambuk seorang Mukmin atau orang kafir yang mendapat
jaminan cemeti kecuali karena alasan yang benar. Berhati-hatilah menerapkan
qhisash karena kamu akan menghadap kepada Allah yang mengetahui kedipan mata
dan apa yang tersimpan di dalam dada dan kamu sendiri akan membaca sebuah buku
catatan amal yang tidak membiarkan yang kecil dan yang besar kecuali ia
mencatatnya”. (Tarikh ath-Thabari,
7/464).
v Umar
Menghidupkan Dasar Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Khilafah
mulai mundur dari tujuan ditegakkannya yaitu menjaga agama. Maka Umar
menghidupkan dasar ini kembali, menjunjung panjinya, meninggikan kedudukannya,
menjadikannya sebagai barometer dan
mendahulukannya di atas selainnya. Umar tidak akan berhasil mewujudkan
proyek-proyek dan kiprah-kiprahnya kecuali bertitik tolak dari ketekutannya
yang mendalam kepada Allah dan pencariannya terhadap ridha Allah dalam segala
apa yang dilakukan. Dalam hal ini beliau didukung oleh kapasitas dirinya
sebagai ulama tabi’in dan imam ahli ijtihad. (At-Tajdid fi al-Fikr al-Islami, hlm. 85).
Sehingga
Amr bin Maimun berkata, “Para ulama di depan Umar bin Abdul Aziz adalah murid”.
(Syiar A’lam an-Nubala’, 5/518).
Agamanya yang lurus dan akidahnya yang shahih mempunyai pengaruh yang dalam
kiprah tajdidnya dan perbaikan (reformasi) nya. Umar memeprangi hawa nafsu dan
bid’ah, mengingkari orang-orang yang mengusungnya dengan sangat keras. (At-Tajdid fi al-Fikr al-Islami, hlm.
86).
- Kiprah Umar Bin Abdul Aziz Dalam Memperbaiki Kondisi Kaum Muslimin
a.
Di
Bidang Politik dan Kenegaraan
v Umar
Bi Abdul Aziz meminta Bani Umayyah untuk mengembalikan harta mazhalim.[7]
v Ia
mengutus semua pemberian yang dulu diberikan kepada Bani Umayyah dari Baitul
Mal, dan memberikan hak yang sama kepada orang lain.
v Malah
ia juga memberikan pemberian kepada orang-orang non Arab yang telah masuk Islam
dan ikut berjihad di dalamnya.
v Ia
memimpin menjadi hakim dalam kasus pengadilan akan kelaliman.
v Umar
Bin Abdul Aziz berkorespodensi dengan para raja dan amir [8]berbagai
negeri di eranya guna mengajak meraka masuk Islam.
v Ia
mengirimkan surat kepada para amir Tranxosiana dan para raja Sindh untuk
mengajak meraka masuk Islam dan patuh.
b.
Di
Bidang Sosial
v Ia
sangat memperhatikan orang-orang yang dipenjara, ia memperbaiki keadaannya,
memisahkan antara penjara laki-laki dengan penjara perempuan, memberikan
makanan dan kebutuhan mereka.
v Ia
juga menyediakan penginapan di setiap daerah-daerah Islam supaya para musafir
dapat menginap sehari dua hari di tempat tersebut.
v Ia
sangat memperhatikan para budak dan memperlakukan mereka sesuai dengan yang
dikehendaki Islam, ia membebaskan mereka dari berbagai macam pajak yang dulu
mereka berikan.
c.
Perbaikan
Di Bidang Moneter[9]
v Mengolah
tanah-tanah yang berpajak
v Melapaskan
jizyah orang-orang yang masuk Islam
v Mengelola
tanah garapan
v Mengukuhkan
pemukiman para pembuka daerah di Andaluisa
- Pandanagan Umum Perbaikan Moneter Umar bin Abdul Aziz[10]
Sebagian
orientalis menganggap bahwa siasat moneter Umar bin Abdul Aziz telah
memiskinkan Baitul Mal dan memperburuk keadaan, dan hal itu bertentangan dengan
kepantingan negara Umawiyah apakah ini benar?
Sesungguhnya
siasat Umar bin abdul Aziz adalah siasat Islam, dengan berpegang teguh
kepadanya tanpa melampaui batas, in adalah siasat keadilan sosial. Keadilan
sosial yang ia tunjukkan adalah dengan melarang eksploitasi kekayaan, dan
kecintaannya terhadap Islam membuka pintu Islam terhadap lawan-lawannya,
walaupun dengan dana yang sedikit, keadilannya telah membiarkan orang-orang
untuk pergi dan tinggal di manapun berada, walaupun mempengaruhi produksi
pertanian dan investasi tanah.
Tujuan
Baitul Mal adalah membagikan simpanannya untuk kepentingan masyarakat. Pada
masa sahabat, Baitul Mal pernah kosong, bahkan Umar membagikannya sebelum akhir
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi Baitul Mal adalah untuk membagikan dan
tidak menyimpan. Akan tetapi pada masa pemerintahan Bani Umayyah sebelum Umar
bin Abdul Aziz, Baitul Mal tidak boleh kosong, karena khalifah sangat
membutuhkan dana untuk melakukan pembukaan daerah, untuk melunakkan hati orang
dan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan sekarang Umar bin Abdul
Aziz telah menghentikan pembukaan daerah sehingga pengeluaran dapat dikurangi.
Islam
tidak menyuruh manusia untuk mengumpulkan harta benda dan menimbun nya. Bahkan
yang ada sebaliknya, yaitu emas dan perak itu harus dinfakkan di jalan Allah.
Dan dilarang untuk ditimbun. Sudah diketahui sekarang bahwa kemajuan dan
kesejaheraan negara adalah dengan jalan berinfak, sedangkan menimbun adalah
memiskinkan masyarakat dan melemahkan kemampuan ekonominya. Memang benar ada
dua jalan untuk berinfak:
v Pertama,
pemborosan orang-orang kaya, mereka menginfakkan hartanya ke kanan dan ke kiri
dengan berfoya-foya.
v Kedua,
infak membangun yang bertujuan untuk membangun berbagai proyek dan amal shaleh
dan untuk disajikan kekpada masyarakat.
Infak
yang kedua ini tidak membiarkan harta terpusat pada beberapa tangan saja akan
tetapi digunakan untuk membangun yang baru sehingga nampak kemajuan dan
pembangunan, dan hal ini tercapai pada masa Umar bin Abdul Aziz. Sebagai
rangkuman kata bahwa siasat Umar bin Abdul Aziz adalah bukan untuk mengumpulkan
harta tetapi untuk pembangunan dan kemajuan. Siasatnya adalah memperkaya
orang-orang fakir dan memangkas sifat foya-foya daripada orang kaya, dan
menegakkan kebenaran dalam segala hal.
Sedangkan
bantahan dari sebagian orientalis yang menyatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz
adalah sosok yang merobohkan bangunan negara Umawiyah dalam siasatnya. Ia
sangat bersikap
Lunak terhadap musuh-musuh negara dan
lawan-lawannya, sehingga mereka bisa berpengaruh di negara Umawiyah. Mereka
juga mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz telah merusak dasar-dasar negara
Umawiyah. Semua itu adalah bantahan yang tidak ada asalnya.
- Wafatnya Umar Bin Abdul Aziz[11]
Hidup
khalifah yang bijak ini tidak berlangsung lama. Tangan kematian sudah
menjemputnya sebelum ia melampaui usia empat puluh tahun. Tampaknya, Umar Bin
Abdul Aziz terlalu memorsir tenaganya untuk mengerjakan urusan negara, serta
tidak memperhatikan makan dan minumnya. Tentulah itu berdampak negatif terhadap
kesehatannya. Tak pelak lagi, fisiknya tidak mampu menahan beban kerja itu. Ia
pun mengahadap Tuhannya dengan penuh ketenangan dan diridhai rakyatnya.
Negara-negara tetangga merasa sangat kehilangan dirinya.
Umar
Bin Abdul Aziz wafat pada tanggal 25 Rajab 101 H di Deir Sam’an yang termasuk
wilayah provinsi Homs, dengan meninggalkan empat belas orang putra. Ia
digantikan saudara sepupunya, Yazid Bin Abdul Malik (Yazid II), sebagai
khalifah.
- Referensi
v Syaikh
Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar
Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, hlm.
v Al-Isy
Yusuf, Dinasti Umawiyah, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2007.
v Lathif
Abusissyafi Muhammad Abdul, Bangkit Dan
Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.
v
Ash-Shalabi
Ali Muhammad, Perjalanan Hidup Khalifah
yang Agung Umar bin Abdul Aziz Ulama dan Pemimpin yang Adil, Jakarta: Darul
Haq, 2010.
[1] Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh
Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, hlm. 398.
[2] Mereka adalah Urwah ibn Zubair ibn Awwam, Ubaidillah ibn Atabah,
Abu Bakar ibn Abdurrahman, Sulaiman ibn Yasar, Qasim ibn Muhammad Salim ibn
Abdullah, Abdullah ibn Amir, Kharijah ibn Zaid, Abu Bakar ibn Sulaiman dan
Abudllah ibn Abdullah ibn Umar ibn Khaththab.
[3]Yusuf Al-Isy, Dinasti Umawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, hlm.317.
[4] Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh
Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
[6] Ali Muhammad
ash-Shalabi, Perjalanan Hidup Khalifah yang Agung Umar bin Abdul Aziz Ulama dan
Pemimpin yang Adil, Jakarta: Darul Haq, 2010, hlm 141.
[8] Abusissyafi Muhammad
Abdul Lathif, Bangkit Dan Runtuhnya
Khilafah Bani Umayyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014, hlm.226.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar