Beliau bernama Rumaisha’ Ummu Sulaim binti
Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin
Najar Al-Anshariyah al-Khazrajiyah.[1]
Beliau adalah seorang wanita yang memiliki
sifat keibuan, cantik, dan dirinya
dihiasi dengan ketabahan, kebijaksanaan, lurus pemikirannya, kecerdasan
berpikir, kefasihan dan berakhlak mulia. karena beliau memiliki sifat
yang agung tersebut, sehingga mendorong putra pamannya yang bernama Malik bin
Nadhar untuk segera menikahinya, yang akhirnya melahirkan Anas bin Malik.
Ummu Sulaim termasuk gologan pertama
yang masuk islam awal-awal dari golongan anshar ketika di Makkah. Dia
ditinggalkan pergi suaminya ke Syam
karena Ummu Sulaim memeluk islam, kemudian Malik bin Nadhar terbunuh di negeri
itu.[2]
Ketika Anas sudah beranjak dewasa,
Abu Thalhah al-Anshari hendak menyunting Ummu Sulaim untuk dijadikan istri.
Pada saat itu Abu Thalhah masih musyrik, akan tetapi Ummu Sulaim adalah seorang
da’iyah yang cerdik.
Dari Tsabit bin Banani, dari Anas dia berkata:
Abu Thalhah meminang Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata: “Demi Allah, orang seperti anda wahai Abu
Thalhah, memang tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau masih kafir sedangkan saya adalah wanita muslimah,
sehingga tidak halal bagiku untuk menerima lamaranmu. Tetapi jika engkau mau
masuk islam maka itulah maskawinku, dan aku tidak akan meminta yang lain lagi
kepadamu. ( padahal Abu Thalhah adalah orang anshar yang paling kayak karena
kebun kurmanya di Madinah.) Akhirnya dia masuk islam dan itulah yang dijadikan mahar untuk mengawini Ummu Sulaim.”
Tsabit al-Banani berkata: “Aku belum pernah
melihat seorang wanita sama sekali yang lebih mulia maskawinya dibandingkan
dengan maskawin Ummu Sulaim.” ( HR. an-Nasa’i)[3]
Tepat sekali pilihan Ummu Sulaim.
Abu Thalhah akhirnya menjadi salah seorang sahabat Rasulullah saw, yang paling
menonjol, pahlawan yang sangat berani yang sangat pemurah berkorban di jalan
Allah.
Allah memuliakan kedua suami istri
ini dengan seorang anak laki-laki yang bernama Abu Umair. Suatu ketika anak
tersebut bermain-main dengan seekor burung, lalu burung tersebut mati. Hal
tersebut membuat dia bersedih dan menangis. Pada saat itu Rasulullah
melewatinya, maka beliau berkata untuk menghibur dan bermain dengannya, wahai
Abu Umair apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu? ( HR. Bukhari)[4]
Allah hendak menguji keduanya dengan
seorang anak yang dicintai, suatu ketika Abu Umair jatuh sakit, sementara Abu
Thalhah sedang tidak ada di rumah. Setelah beberapa hari sakit, akhirnya Abu
Umair meninggal.
Anas mengatakan bahwa anak Abu
Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu Ummu Sulaim berkata kepada
keluarganya, “Jangan kalian ceritakan kepada Abu Thalhah perihal anaknya itu.
Biar aku sendiri yang akan bercerita kepadanya.”
Anas berkata: “ketika Abu Thalhah
datang, Ummu Sulaim menghidangkan santap malam kepadanya. Setelah Abu Thalhah
makan dan minum dengan puas, Ummu Sulaim pergi ke kamar untuk bersolek secantik
mungkin. Abu Thalhah bangkit nafsu birahinya sehingga ia menggaulinya. Setelah melihat Abu Thalhah
kenyang dan kebutuhan biologisnya telah terpuaskan,
Ummu Sulaim mulai berkata: “Wahai Abu Thalhah,
bagaimana menurutmu jika ada satu kaum menitipkan barangnya kepada suatu
keluarga misalnya, kemudian mereka merasa senang dan bisa menikmati titipan
tersebut. Ketika barang titipan itu dimintanya kembali, apakah keluarga
tersebut berhak menolaknya?” Abu Thalhah menjawab: “Tentu saja tidak boleh.”
Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah, dan kini
Allah telah mengambilnya kembali maka tabahkanlah hatimu.”
Abu Thalhah mengucapkan Innaa
Lillahi wa Innaa ilaih raaji’uun dan memanjatkan puji kepada Allah, seraya
berkata: “Demi Allah, saya tidak akan membiarkanmu, mengalahkan saya dalam
kesabaran.”
Keesokan harinya, Abu Thalhah pergi
menemui Rasulullah saw, dan menceritakan apa yang telah terjadi, beliau
bersabda, “Mudah-mudahan Allah memberkati kalian, pada malam yang telah kalian
lalui dengan manis itu.”
Tidak lama kemudian Ummu Sulaim
mengandung dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Abdullah bin Thalhah.
Keberkahan tampak pada anak yang dilahirkan tersebut. Allah swt, memperbanyak
keturunan yang shalih darinya. Bahkan ada yang megatakan, bahwa Abdullah bin
Thalhah mempunyai tujuh anak semuanya hafal Al-Qur’an.[5]
Beliau shalallahu ‘Alaihi wa
sallam telah memberikan berita gembira kepadanya pada saat Ummu Sulaim
masih hidup. Demi Allah berapa banyak shahabiyah yang telah meninggal namun ia
sama sekali tidak mendapatkan kabar gembira bahwa ia akan masik surga.[6]
Rasulullah
shalallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda: “Aku mendengar suara langkah kaki
disurga, dan ternyata itu adalah suara Ummu Sulaim yang sedang berjalan
disurga.
[1]
Mahmud mahdi al-istanbuli & musthafa abu an nashr as syalabi, mereka
adalah para shababiyah, solo: at tibyan, 2011. hal.177
[2]
Manshur abdul hakim, wanita-wanita cerdas sepanjang massa, pen, M.
habiburahman, solo: pustaka at tibyan,2011. Hal. 93
[3]
Abdul halim abu syuqqah, kebebasan wanita, darul kolam quait, 1997, hal.
247
[4]
Ibid, Mahmud mahdi al istanbali, mereka adalah para shabiyah, hal. 182
[5]
Ibid, manshur abdul hakim, wanita-wanita cerdas sepanjang massa, hal. 96
[6]
Muhammad bin Abdurrahman, al-arifi, kisah wanita teladan yang penuh motivasi,
Jakarta: darussunnah, 2011, cet 1, hal
138
Tidak ada komentar:
Posting Komentar